5 Asosiasi Tolak Desain Garuda di Istana Negara Ibu Kota Baru, Ini Alasannya

Istana versi burung Garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu yang menjadi tengaran pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 30 Mar 2021, 15:23 WIB
Visual desain garuda di bangunan Istana Negara Ibu Kota Baru. (dok. tangkapan layar IGTV @suharsomonoarfa)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak lima asosiasi profesional menyatakan penolakan terhadap desain istana negara di ibu kota baru, Kalimantan Timur, yang menyerupai bentuk burung Garuda. Adapun desain istana burung Garuda ini dibuat oleh pematung I Nyoman Nuarta dalam sayembara desain ibu kota negara.

Kelima asosiasi tersebut antara lain Ikatan Arsitek Indonesia (IAI), Green Building Council Indonesia (GBCI), Ikatan Ahli Rancang Kota Indonesia (IARKI), Ikatan Arsitek Landskap Indonesia (IALI), dan Ikatan Ahli Perancangan Wilayah dan Kota (IAP).

Ketua IAI I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, desain istana negara berbentuk burung Garuda di ibu kota baru tersebut tidak mencerminkan kemajuan bangsa Indonesia, meskipun simbol tersebut merupakan sebuah lambang negara.

"Bangunan istana negara yang berbentuk burung Garuda atau burung yang menyerupai Garuda merupakan simbol yang di dalam bidang arsitektur tidaklah mencirikan kemajuan peradaban bangsa Indonesia di era digital dengan visi yang berkemajuan, era bangunan emisi rendah dan pasca Covid-19 (new normal)," jelasnya dalam keterangan resmi IAI kepada Liputan6.com, Selasa (30/3/2021).

Ketut menilai, bangunan gedung istana negara seharusnya merefleksikan kemajuan budaya, ekonomi dan komitmen pada tujuan pembangunan berkelanjutan Indonesia dalam partisipasinya di dunia global.

"Bangunan gedung istana negara seharusnya menjadi contoh bangunan yang secara teknis sudah mencirikan prinsip pembangunan rendah karbon dan cerdas sejak perancangan, konstruksi hingga pemeliharaan gedungnya," imbuhnya.

Menurut dia, metafora terutama yang dilakukan secara harfiah dan keseluruhan dalam dunia perancangan arsitektur era teknologi 4.0 merupakan pendekatan yang mulai ditinggalkan. Sebab, itu dianggap sebagai ketidakampuan menjawab tantangan dan kebutuhan arsitektur hari ini dan masa mendatang.

"Metafora hanya mangandalkan citra, yang dilakukan secara keseluruhan dapat diartikan secara negatif dikaitkan dengan anatomi tubuh yang dilekatkan dalam metafor," ujar Ketut.

Selain itu, dia menyatakan, metafora harfiah pada istana negara yang direpresentasikan melalui gedung patung burung tersebut tidak mencerminkan upaya pemerintah dalam mengutamakan forest city atau kota yang berwawasan lingkungan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Rekomendasi

Visual desain garuda di bangunan Istana Negara Ibu Kota Baru. (dok. tangkapan layar IGTV @suharsomonoarfa)

IAI lantas merekomendasikan 3 hal dalam hal desain istana presiden, yakni:

1. Istana versi burung Garuda disesuaikan menjadi monumen atau tugu yang menjadi tengaran (landmark) pada posisi strategis tertentu di Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan dilepaskan dari fungsi bangunan istana.

2. Mengusulkan desain bangunan gedung istana agar disayembarakan dengan prinsip dan ketentuan desain yang sudah disepakati dalam hal perancangan kawasan maupun tata ruangnya, termasuk target menjadi model bangunan sehat beremisi nol.

3. Terkait kepentingan awal pembangunan ibu kota negara, memulai pembangunan tidak harus melalui bangunan gedung, tetapi dapat melalui TUGU NOL yang dapat ditandai dengan membangun kembali lanskap hutan hujan tropis seperti penanaman.

"Kami harap pendapat bersama ini dapat jadi bahan pengayaan dan masukan bagi pemerintah dalam menyiapkan pemindahan dan pembangunan ibu kota negara ini. Salah dalam merencanakan, maka rencana itu akan menghasilkan kegagalan," ujar Ketut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya