Pemerintah Buka Opsi Freeport Bangun Smelter di Papua, Ini Syaratnya

Pemerintah membuka opsi untuk melakukan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2021, 14:00 WIB
Smelter Antam di Pomala (Foto:Liputan6.com/Pebrianto Wicaksono)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah membuka opsi untuk melakukan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) PT Freeport Indonesia (PTFI) di Papua. Namun, dengan prasyarat utama adanya kemampuan kapasitas produksi yang juga besar mencapai 3 juta ton.

"Mengenai kemungkinan bangun smelter di Freeport ini tergantung dari kapasitas berproduksi. Jadi, kalau kita berproduksi lebih dari 3 juta ton itu memang opsi ada smelter baru di Freeport itu bisa di buka," ujar Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum)/Mining Industry Indonesia (MIND ID), Orias Petrus Moedak dalam Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi VII DPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/3).

Dia mengungkapkan, dengan diberlakukannya prasyarat itu bertujuan untuk menarik perhatian investor. Menyusul tingginya kapasitas produksi smelter di Papua.

"Dan ini bisa difasilitasi oleh Kepala BKPM. (Tetapi) tergantung dari nanti besarnya produksi di Freeport. Itu sangat bisa dilakukan," tambahnya.

Kendati demikian, dia mengakui, jika rencana untuk membangun smelter di Papua tidak bisa dilaksanakan dalam waktu dekat. Mengingat perlu adanya berbagai persiapan matang agar kegiatan pembangunan berjalan lancar.

"Dan untuk persiapan itu, membutuhkan waktu dan investor yang berminat supaya kita bisa (bekerja sama) dengan investor itu.Tetapi, opsi (pembangunan smelter di Papua) itu terbuka," jelas dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Pembangunan Smelter Freeport Molor, Ini Penjelasan Menteri ESDM

Smelter nikel di Konawe, Sulawesi Tenggara (Foto:Liputan6.com/Septian Deny)

Menteri ESDM Arifin Tasrif mendapat kritikan dari anggota DPR Komisi VII soal pembangunan smelter PT Freeport Indonesia yang molor.

Tercatat, progress pembangunan smelter ini baru mencapai 6 persen. Beberapa anggota DPR mengatakan pembangunan smelter ini tidak ada hasilnya dan berpotensi memakan waktu lebih lama jika tidak diselesaikan.

Menanggapi kritikan itu, Arifin mengatakan penyebab mandeknya pembangunan smelter tersebut dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia.

"Di tahun 2020 karena terdampak pandemi, Freeport meminta penundaan setahun pembangunan smelter, karena pandemi jadi tidak bisa melakukan kegiatan konstruksi," ujar Arifin dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR, Senin (22/3/2021).

Menurut Arifin, berdasarkan aturan, keterlambatan pembangunan smelter ini akan mendapatkan penalti. Nantinya penalti yang diberikan sebesar 20 persen dari pendapatan tahun berjalan.

Kata Arifin, jika tidak diberikan izin ekspor maka akan berdampak pada penurunan penerimaan negara.

"Kalau nggak diberikan izin ekspor, akan berdampak pada penerimaan negara dan juga dampak sosial ke para karyawan Freeport. Oleh karena itu, kita berikan izin dengan tetap ada denda karena keterlambatan," ujarnya.


Masih Jauh Dari Harapan, DPR Tagih Realisasi Pembangunan Smelter Freeport

Smelter PT Antam Tbk di Pomalaa, Sulawesi Tenggara (Dok Foto: Liputan6.com/Pebrianto Eko Wicaksono)

Dewan Perwakilan Rakyat Komisi VII mempertanyakan progress pembangunan smelter PT Freeport Indonesia dalam rapat kerja bersama Menteri ESDM Arifin Tasrif, Senin (22/3/2021).

Anggota komisi VII fraksi PDIP Nasyirul Falah Amru mengatakan, progres pembangunan smelter Freeport saat ini baru mencapai 6 persen. Angka tersebut masih jauh dari ekspektasi.

"Ini berpotensi melanggar Undang-undang Minerba yang kemarin baru kita luncurkan," kata Amru dalam rapat.

Memang, adanya pandemi turut berpengaruh terhadap progres pembangunan smelter ini. Kendati Amru mengakui, dirinya mendapat informasi bahwa smelter akan dipindahkan ke Halmahera.

Tentu, jika perpindahan tersebut terjadi, pembangunan smelter akan semakin molor, bahkan hingga 2 tahun.

"Kami juga ingin mempertanyakan kepada pak menteri, apakah pemindahan smelter Freeport ini dilakukan ke Halmahera atau masih bertahan ke Gresik dengan segala fasilitasnya?" ujarnya.

Anggota lainnya, yaitu Ridwan Hisjam daei Fraksi Partai Golkar menilai pembangunan smelter Freeport hanya akal-akalan karena tidak menghasilkan apa-apa.

Padahal, pemerintah sudah memiliki saham Freeport hingga 51 persen. Oleh karenanya, dirinya heran jika pembangun smelter tidak berprogres signifikan.

Ridwan mengusulkan agar BUMN dan swasta di bidang tambang dapat membangun ekosistem hilir yang lebih terpadu dengan pengawasan pemerintah.

"Saya mengusulkan, cobalah pemerintah yang turun tangan melakukan pembangunan dan semua jadi anggotanya dari anak-anak perusahaan, baik perusahaan BUMN maupun swasta, dan lokasi tidak usah jauh-jauh, di Gresik Petrokimia," katanya. 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya