Jakarta - Jerman mengucurkan dana sebesar € 1,74 miliar (Rp 29,6 triliun) untuk membantu korban perang saudara Suriah yang sudah terjadi sejak satu dekade terakhir.
Perwakilan dari lebih dari 60 negara dan organisasi bertemu dalam konferensi donor internasional di Brussel pada hari Selasa (30/03) untuk menyepakati bantuan baru bagi Suriah.
Melansir DW Indonesia, Rabu (31/3/2021), jumlah bantuan yang dijanjikan Jerman merupakan alokasi terbesar negara itu ke Suriah dalam empat tahun. Sementara, dukungan Uni Eropa yang diambil dari anggaran bersama tetap sama seperti tahun lalu, sebesar € 560 juta (Rp 9,5 triliun).
Baca Juga
Advertisement
Secara keseluruhan, donor internasional menjanjikan $ 6,4 miliar (Rp 93,2 triliun) untuk membantu krisis Suriah, angka yang jauh di bawah target PBB sebesar $ 10 miliar (Rp 145,6 triliun).
Kontribusi donor internasional disumbangkan untuk makanan, bantuan medis, dan pendidikan anak-anak. Bantuan tersebut akan didistribusikan oleh sejumlah organisasi di Suriah atau negara-negara terdekat yang menampung pengungsi dalam jumlah besar.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
Upaya Perdamaian Suriah
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas menyerukan negosiasi perdamaian yang abadi dan mengharapkan kondisi yang lebih baik di masa depan.
"Suriah layak mendapatkan lebih dari sekadar rasa syukur, mereka membutuhkan dukungan penuh kami dan tentu saja pendanaan yang tepat sangat penting," katanya. "Hari ini (30/03) Jerman membuat janji terbesarnya dalam empat tahun terakhir yakni (bantuan) € 1,738 miliar (Rp 29,6 triliun)."
"Tragedi Suriah tidak boleh berlanjut hingga 10 tahun lagi. [Untuk] mengakhirinya dimulai dengan memulihkan harapan dan itu dimulai dengan komitmen kita - di sini, hari ini."
Organisasi kemanusiaan memperingatkan bahwa situasi lapangan di Suriah semakin memburuk dan mendesak perubahan strategi dalam hal bantuan. UE sejauh ini menolak mendistribusikan bantuan di daerah yang dikendalikan oleh pemerintah Presiden Bashar Assad.
Namun, badan amal Katolik Jerman, Caritas, meminta agar bantuan tersebut juga memasukkan proyek-proyek rekonstruksi di daerah yang dikendalikan oleh pemerintah. Presiden Caritas Peter Neher menggambarkan situasi kemanusiaan di negara itu sebagai "bencana".
Dia mengatakan fokus sebelumnya pada bantuan darurat harus ditinggalkan. "Kami harus mengizinkan tindakan rekonstruksi, bahkan di daerah yang dikendalikan rezim," kata Neher kepada kantor berita DPA.
Neher mengatakan penting untuk membangun kembali infrastruktur yang hancur, lantaran sekitar 2,5 juta anak putus sekolah. "Kami ingin membangun kembali taman kanak-kanak, sekolah, dan fasilitas kesehatan."
Di sisi lain, angka kemiskinan yang meningkat di Suriah, membuat anggota partai kiri parlemen Eropa Özlem Alev Demirel mengatakan bahwa Brussel harus memikirkan kembali "strategi pendekatan".
"Masyarakat sekarang dalam situasi tidak memiliki makanan, mereka tidak memiliki rumah sakit, mereka tidak memiliki sekolah, mereka tidak memiliki perspektif untuk hidup mereka,” kata Demirel.
"Jika UE benar-benar ingin melakukan sesuatu untuk menentang perang ini dan ingin melakukan sesuatu untuk rakyat di Suriah, UE harus membantu merekonstruksi negara dan benar-benar membantu rakyat untuk mendapatkan perspektif di negara mereka."
Angka PBB menunjukkan bahwa sekitar 12,4 juta orang - hampir 60% dari populasi - menderita kelaparan. Jumlah orang yang tidak dapat bertahan hidup tanpa bantuan makanan meningkat dua kali lipat dalam setahun.
Advertisement