DPR Minta Pemerintah Lindungi Petani dan Industri Tembakau

Industri hasil pertanian tembakau telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara melalui cukai.

oleh Liputan6.com diperbarui 31 Mar 2021, 22:41 WIB
Ilustrasi Tembakau Rokok. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, mengingatkan pemerintah agar tidak mudah diintervensi oleh lembaga maupun dari pihak asing dalam penyusunan kebijakan terkait sektor pertanian tembakau dan industri hasil tembakau.

“Pemerintah seharusnya melindungi hak warga negaranya, terutama petani dan masyarakat yang terlibat di industri hasil tembakau. Jangan ada intervensi dari pihak asing,” kata Firman Soebagyo dikutip dari Antara, Rabu (31/3/2021).

Ia menjelaskan, industri hasil pertanian tembakau sejauh ini memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan negara melalui cukai. Karena itu, pemerintah berkewajiban melindungi seluruh pihak yang berkontribusi di industri ini, terutama para petani tembakau.

“Ini yang harus mulai dipikirkan supaya ada rasa keadilan,” katanya.

Sebuah lembaga filantropis bermarkas di New York, Amerika Serikat, diketahui telah mengucurkan dana besar-besaran ke sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Indonesia. 

Dana itu digunakan untuk kampanye anti rokok yang menyuarakan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang cukup ekstrim tanpa mempertimbangkan aspek terkait lainnya.

Padahal, kampanye tersebut berpotensi memberikan dampak negatif yang signifikan terhadap keberlangsungan tenaga kerja yang penghidupannya bergantung pada industri tembakau nasional.

Selain di Indonesia, filantropis tersebut juga disebut-sebut masuk memberikan dana hibah ke Filipina melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration) di negara itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Konflik Kepentingan

Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau di pabrik rokok di Jember (13/2/2012). (AFP / ARIMAC WILANDER)

Hal ini diakui oleh FDA Filipina pada saat dengar pendapat dengan Kongres Filipina yang akibatnya meningkatkan kekhawatiran publik terkait independensi serta adanya potensi konflik kepentingan pada badan tersebut. Kampanye serupa pun gencar diluncurkan di seluruh dunia.

“Lembaga filantropi asing itu juga punya yayasan yang bergerak terhadap perlindungan industri farmasi. Jadi konteksnya adalah kepentingan bisnis semata, tapi dalihnya kesehatan,” ujarnya.

Selain isu kesehatan, Firman melanjutkan, lembaga-lembaga penerima dana dari filantropi asing tersebut juga kerap melakukan sejumlah kampanye lainnya, seperti mendesak pemerintah menaikkan cukai rokok dan membatasi penayangan iklan rokok di media massa. Terkait iklan rokok, mereka pernah melayangkan uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“MK telah memutuskan bahwa iklan rokok itu dibenarkan, tidak dilarang sama sekali. Hanya jam tayangnya yang disesuaikan supaya tidak mempengaruhi anak di bawah umur,” ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya