Utusan PBB Peringatkan Perang Saudara Bisa Terjadi di Myanmar

PBB menyebut kemungkinan terjadinya perang saudara semakin besar di negara di mana kekuasaan sipil tak kunjung dipulihkan, termasuk Myanmar.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 02 Apr 2021, 11:09 WIB
Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Duta Besar Christine Burgener (kiri) bertemu Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di Jakarta (28/3/2019) (Rizki Akbar Hasan / Liputan6.com)

Liputan6.com, Yangon - Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Untuk Myanmar, memperingatkan bahwa pertumpahan darah terancam tidak akan terelakkan di negara tersebut.

Tim dari PBB itu juga menyebut, kemungkinan terjadinya perang saudara semakin besar di negara di mana kekuasaan sipil tak kunjung dipulihkan, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Kamis (1/4/2021).

"Saya menyerukan kepada dewan ini untuk mempertimbangkan semua piranti yang tersedia untuk mengambil langkah kolektif dan melakukan hal yang benar untuk rakyat Myanmar," kata Utusan Khusus Christine Schraner-Burgener.

"Serta mencegah sebuah bencana multi-dimensi di jantung Asia." Schraner mengatakan hal itu dalam pertemuan tertutup di Dewan Keamanan PBB pada Rabu 31 Maret.

Schraner mengatakan, ia khawatir konflik ini akan semakin menelan korban jiwa karena panglima tertinggi militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, tampaknya hendak memperkuat cengkeramannya. Schraner merujuk peningkatan pertempuran di negara bagian Kayin dan Kachin.

 

Saksikan Video Berikut Ini:


Kudeta Aung San Suu Kyi

Seorang warga negara Myanmar yang tinggal di Thailand mengenakan masker wajah dengan gambar pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi selama protes di depan Kedutaan Besar Myanmar di Bangkok, Thailand, pada 4 Februari 2021. (Foto: AP / Sakchai Lalit)

Dia juga memperingatkan pembalasan dari tiga kelompok pemberontak etnis bersenjata jika serangan terhadap para demonstran tidak berhenti, sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya perang saudara.

"Mediasi membutuhkan dialog, tetapi militer Myanmar sudah menutup pintunya ke sebagian besar dunia," kata Schraner Burgener.

"Tampaknya militer hanya mau berhubungan kalau merasa mereka mampu membendung situasinya lewat penindasan dan teror."

Myanmar terperangkap dalam kekacauan dan kekerasan sejak penggulingan pemerintahan sipil oleh militer pada 1 Februari, dan penahanan pemimpin de-fakto Aung San Suu Kyi, serta pejabat-pejabat tinggi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD).

Militer mengklaim terjadi banyak kecurangan dalam pemilihan November lalu, yang dimenangkan oleh NLD dengan selisih suara sangat besar.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya