Selain Cabai, Ini Daftar Komoditas yang Bikin Inflasi Maret 0,08 Persen

BPS mencatat inflasi bulan Maret 2021 sebesar 0,08 persen.

oleh Athika Rahma diperbarui 01 Apr 2021, 13:10 WIB
Kakek Suyitno atau Pak Dul menunjukkan cabai rawit hasil berkebunnya di lahan bekas gusuran kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta, Kamis (25/7/2019). Sebagian hasil panen cabai rawit dikirim ke pasar dan sebagian lainnya dijual kepada warga di Kampung Akuarium. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi bulan Maret 2021 sebesar 0,08 persen. Angka ini lebih rendah dari inflasi Februari yang sebesar 0,10 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, menurut kelompok pengeluarannya, inflasi ini disebabkan oleh makanan, minuman dan tembakau.

"Menurut kelompok pengeluarannya, makanan, minuman dan tembakau memberi andil inflasi sebesar 0,1 persen," ujar Setianto dalam pemaparan rilis BPS, Kamis (1/4/2021).

Untuk bahan makanan, komoditas yang memiliki andil terhadap inflasi meliputi cabai rawit dengan andil 0,04 persen, lalu bawang merah 0,02 persen, daging ayam ras, bawang putih, ikan segar, ikan yang diawetkan dan asisten rumah tangga dengan andil 0,01 persen.

Sementara itu, terdapat juga komoditas penyumpang terjadinya deflasi, yaitu dari harga mobil hingga emas.

"Kemudian komoditas yang memberi andil deflasi itu yang berkaitan dengan mobil -0,03 persen, kemudian emas perhiasan dan cabai merah 0,02 persen dan beras 0,01 persen," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BPS Catat Inflasi 0,08 Persen di Maret 2021

Petani memanen cabai keriting di kawasan Pesawah, Cicurug, Sukabumi, Rabu (22/04/2020). Sejak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sejumlah petani mengeluhkan harga cabai keriting di tingkat petani yang turun dari Rp 20 ribu per kg menjadi Rp 12 ribu per kg. (merdeka.com/Arie Basuki)

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan tingkat inflasi pada bulan Maret 2021 mencapai 0,08 persen. Angka ini lebih rendah daripada bulan Februari yang tercatat sebesar 0,10 persen.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan, secara year on year, inflasi tercatat mencapai 1,37 persen.

BACA JUGA

Kontrak Proyek Infrastruktur Kementerian PUPR Capai 5.334 Paket di Kuartal I 2021 "Sedangkan inflasi tahun kalender mencapai 0,44 persen," ujar Setianto, Kamis (1/4/2021).

Setianto melanjutkan, dari 90 kota Indeks Harga Konsumen (IHK) 58 kota mengalami inflasi dengan inflasi tertinggi terjadi di kota Jayapura yaitu 1,07 persen dan terendah di Tangerang dan Banjarmasin yaitu 0,01 persen.

Selain inflasi, sebanyak 32 kota mengalami deflasi, dengan tingkat deflasi tertinggi berada di Baubau yaitu -0,99 persen dan terendah berada di Palopo yaitu -0,01 persen. 


Pandemi Covid-19 Bikin Angka Inflasi Sentuh Level Terendah Sepanjang Sejarah

Pedagang menghitung harga cabai rawit merah yang dipesan pembeli menggunakan kalkulator di Pasar Senen, Jakarta, Kamis (4/3/2021). Data Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mencatat harga cabai rawit merah saat ini di pasaran berkisar Rp120.000 per kilogram. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Angka inflasi terus melandai selama pandemi Covid-19. Bahkan beberapa bulan sempat mencetak deflasi. Berdasarkan data dari situs Bank Indonesia inflasi pada Februari 2021 sebesar 1,38 persen, lebih rendah dibandingkan Februari 2020 sebesar 2,98 persen.

"Kondisi Indonesia inflasi umum menurun ke level terendah dalam sejarah," kata Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede dalam diskusi media bertajuk Sinergi Memperkuat Perekonomian, Jakarta, Kamis (25/3/2021).

Dia menilai penyebab inflasi yang terjaga rendah ini salah satunya permintaan kredit yang rendah. Sedangkan jumlah dana pihak ketiga (DPK) atau tabungan masyarakat terus meningkat.

"Inflasi masih rendah ada kaitannya dengan permintaan kredit rendah karena saving rate itu meningkat," ujarnya

Hal ini menunjukkan persepsi masyarakat mengantisipasi pandemi masih akan berlangsung dalam jangka waktu menengah dan panjang. CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan bahan baku produksi dalam negeri berasal dari impor

"CAD negara berkembang juga menurun karena kebanyakan impor bahan baku. Jadi konsumsi lemah current account menurun," kata dia.

Meski begitu, Josua mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara berkembang dna negara maju. Kontraksi perekonomian nasional tahun 2020 jauh lebih baik dibandingkan negara-negara lain.

"Pertumbuhan ekonomi kita dibanding negara berkembang dan maju kita ini meskipun kontraksi, (itu) cukup baik," katanya.

Disiplin fiskal pun terjaga aman. Ini merupakan peran besar keputusan bersama antara Bank Indonesia sebagai standby buyer pembelian obligasi pasar sekunder dan primer untuk dorong pemulihan ekonomi.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com  

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya