Saksi Sebut Anggaran Paket Bansos Tak Cair Jika Belum Beri Fee 12 Persen

Muhammad Abdurrahman, mengakui harus memberikan imbalan atau fee kepada PMatheus Joko Santoso (MJS).

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 01 Apr 2021, 14:40 WIB
Tersangka kasus korupsi bansos Covid-19 Matheus Joko Santoso digiring petugas di Gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020). KPK menahan tiga orang tersangka yakni pejabat pembuat komitmen di Kemensos Matheus Joko Santoso serta pihak swasta Ardian IM dan Harry Sidabuke (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Manager PT Pesona Berkah Gemilang, Muhammad Abdurrahman, mengakui harus memberikan imbalan atau fee kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (MJS) jika ingin anggaran paket bantuan sosial atau bansos Covid-19 cair.

Hal ini disampaikannya saat menjadi saksi dalam lanjutan persidangan kasus dugaan korupsi bansos Covid-19 di di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Menurut dia, hal ini bermula saat dirinya menagih pencairan paket bansos Covid-19 kepada MJS.

"Pak, saya mau tanya mengenai tagihan kenapa kok belum keluar, katanya cuma sebentar? cuma 14 hari kerja. Tapi sudah lama sekali sudah satu bulan lebih kita belum dibayar," ujar Abdurrahman saat mengulang momen pertemuannya dengan MJS, di PN Tipikor, Rabu (31/3/2021).

Abdurrahman melanjutkan, MJS malah menagih fee sebagai penyelesaian paket bansos Covid-19. Dia pun menirukan bahasa MJS di muka persidangan.

"Belum, harus selesai dulu, itu bahasanya," ucap Abdurrahman.

Sementara, Direktur Utama PT Pesona Berkah Gemilang, Sonawangsih yang juga dihadirkan menjadi saksi, menjelaskan kata selesai yang disampaikan MJS adalah fee sebesar 12 persen dari proyek terkait.

Hal itu dipastikan Sonawingsih dari informasi yang dia peroleh dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja alias Ian.

"Yang dibilang Pak Ian, kata Pak Joko (MJS) fee 12 persen," kata Sonawingsih.

Sonawingsih menambahkan, dari keterangan tersebut, bahwa pencairan uang terhadap perusahaannya tidak akan dilakukan selama fee 12 persen belum diterima MJS.

"Selama uang (fee) itu tidak diterima Pak Joko (MJS) maka (tagihan) Tiga Pilar tidak dicairkan," ungkap Sonawingsih.

Sonawingsih juga menambahkan, dirinya tidak pernah memerintahkan anak buahnya bertemu MJS untuk memberikan uang atau fee terhadap proyek bansos yang divendori perusahaannya.

"Jadi saya tidak menyuruh (Abdurrahman) memberi atau mengantarkan uang (ke MJS)," Sonawingsih menandasi.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Diduga Berbohong

Pengacara mantan Menteri Sosial Juliari Batubara, Dion Pongkor mengatakan, ada indikasi kebohongan soal fee untuk bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial, Matheus Joko Santoso (MJS).

Menurut Dion, hal itu diketahui dari keterangan berbeda yang diutarakan oleh para saksi yang dihadirkan dalam persidangan lanjutan kasus terkait kemarin, dengan terdakwa Dirut dari PT Tiga Pilar Argo Utama, Ardian Iskandar Maddanatja.

"Para saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi bansos yang kami amati dalam sidang di Pengadilan Tipikor kemarin, mengatakan keterangan berbeda dengan MJS, soal besaran pungutan fee bansos yang dimintakan. Kami mensinyalir MJS berbohong," kata Dion dalam keterangn tertulisnya, Kamis (1/4/2021).

Dion menjelaskan, MJS menyebut Juliari mengarahkan untuk pungutan fee sebesar Rp 10 ribu per paket bansos Covid-19.

Sementara saksi lain, seperti pihak swasta bernama Helmi Rivai dan broker PT Tiga Pilar bernama Nuzulia Nasution, menyebutkan pungutan fee sebesar Rp 30 ribu per paket bansos atau 12 persen per paket bansos.

"MJS ini diduga memungut fee bansos sebenarnya adalah permainan dia sendiri. Tetapi karena sekarang sedang masalah hukum, tinggal dia melemparkan ke atas (Juliari)," yakin Dion.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya