Pertama Kali dalam Sejarah, Ini Alasan KPK Keluarkan SP3 Kasus Sjamsul Nursalim dan Istri

Berdasar penerbitan SP3 ini, secara otomatis KPK melepas status tersangka yang sempat disematkan ke pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Ijtih Nursalim. Apa alasannya?

oleh Fachrur Rozie diperbarui 02 Apr 2021, 09:21 WIB
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) penerbitan surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim.

Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah, KPK mengeluarkan SP3.

Berdasar penerbitan SP3 ini, secara otomatis KPK melepas status tersangka yang sempat disematkan ke pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan Ijtih Nursalim.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkap alasan penerbitan SP3 untuk Sjamsul dan Ijtih Nursalim. Penerbitan SP3 ini berdasarkan putusan kasasi yang dijatuhkan Mahkamah Agung (MA) terhadap mantan Kepala Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung.

"Putusan MA atas kasasi Nomor: 1555 K/Pid.Sus/2019 tanggal 9 Juli 2019 dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung menyatakan bahwa perbuatan terdakwa bukan merupakan tindak pidana, dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging)," ujar Alex di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis 31 Maret 2021.

Pada dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum pada KPK disebutkan, Syafruddin melakukan perbuatan tersebut bersama-sama dengan Sjamsul dan Itjih. Perkara yang menjerat Syafruddin ini merupakan acuan KPK menjerat Sjamsul dan Ijtih.

Lantaran Syafruddin divonis lepas oleh MA, dengan demikian unsur penyelenggara negara dalam perkara sudah tidak ada. Sjamsul dan Itjih merupakan pihak swasta.

"KPK berkesimpulan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi," kata Alex.

Syafruddin divonis 13 tahun oleh Pengadilan Tipiikor, Jakarta Pusat. Putusan itu dibacakan pada 24 September 2018. Syafruddin tidak puas atas putusan Pengadilan Tipikor dan mengajukan banding. Tetapi hukuman Syafruddin diperberat menjadi 15 tahun pidana penjara dan denda Rp 1 miliar.

Hukumannya ditambah, Syafruddin mengajukan upaya hukum kasasi. Vonis MA atas kasasi Syafruddin menggurkan putusan pengadilan tingkat pertama dan tingkat banding. Syafruddin divonis lepas dari segala tuntutan hukum.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


PK KPK Ditolak

Alex mengatakan, KPK sempat mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) terhadap putusan Syafruddin, namun ditolak.

Menurut dia, KPK tidak mempunyai upaya hukum lain untuk menindaklanjuti perkara BLBI. Sehingga meminta pendapat dari ahli, sebagai upaya menindaklanjuti perkara BLBI.

"Keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK," kata Alex.

Alex menyebut penghentian penyidikan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 40 UU KPK. Dia mengatakan, sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku.

"Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum sebagaimana amanat Pasal 5 UU KPK, yaitu 'Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya KPK berasaskan pada asas Kepastian Hukum'," kata Alex.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya