Mahfud Md Sebut Banyak Pihak yang Takut Jika RUU Perampasan Aset Disahkan

Menko Polhukam Mahfud Md mengatakan, saat ini pemerintah tengah melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 02 Apr 2021, 12:50 WIB
Menko Polhukam Mahfud MD

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md mengatakan, saat ini pemerintah tengah melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset. Kendati begitu, dia mengungkapkan bahwa ada pihak-pihak yang takut apabila RUU Perampasan Aset tersebut disahkan.

Menurut dia, RUU Perampasan Aset sebetulnya pernah diusulkan masuk dalam daftar program legislasi nasional (proglenas). Namun, DPR tak menetapkan RUU tersebut sebagai prolegnas prioritas.

"Terus terang, secara psikologis saya berdiskusi dengan beberapa teman di kantor saya, kenapa itu terjadi? Memang ada masalah yang agak menghawatirkan, dalam pengertian banyak orang yang takut," kata Mahfud dalam sebuah diskusi di Youtube Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Indonesia, Jumat (2/4/2021).

Selain itu, pemerintah juga akan mengajukan RUU tentang Pembatasan Transaksi Uang Kartal. Mahfud mengatakan, aturan ini nantinya akan mencegah terjadinya transaksi yang mencurigakan.

"Nah, itu yang juga akan mengurangi orang transaksi, nyuap orang beli barang dengan uang tunai. Itu tidak boleh sehingga nanti kalau uang lebih Rp 100 juta nanti kan bisa dilacak, uang itu darimana, dari siapa," ujar Mahfud.

Menurut dia, dengan adanya dua aturan ini, baik pejabat daerah maupun pusat tak bisa lagi menyalahgunakan anggaran belanja negara. Misalnya, kata Mahfud, kasus di Papua yang mencairkan dana dari pemerintah pusat sebanyak puluhan miliar di bank.

Kemudian, uang negara tersebut diduga digunakan untuk berjudi di luar negeri dan ditukarkan dengan mata uang asing serta dibawa kembali ke Indonesia. Untuk itu, Mahfud menilai perlu ada UU yang mengatur sebab banyak sekali modus serupa yang dilakukan para pejabat.

"Itu hanya salah satu contoh saja untuk memahamkan masyarakat agar rancangan undang-undang pembatasan uang kartal itu dan perampasan aset tidak pidana itu bisa disetujui oleh DPR," kata Mahfud Md.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


PPATK Minta Komisi III DPR Dukung Pengesahan RUU Perampasan Aset

Ketua PPATK Dian Ediana Rae. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae meminta Komisi III DPR RI untuk mendukung pengesahan RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal.

"Bahwa dalam pertemuan beberapa waktu lalu Presiden, Menko polhukam, Bapak Mensesneg, dan Bapak Menkumham sudah menyetujui RUU tersebut," tutur Dian dalam rapat dengar pendapat Komisi III dengan PPATK, Rabu (24/3/2021).

Menurut Dian, kedua RUU itu merupakan janji Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam Nawacita 2014-2019 dan masuk dalam RPJMN 2020-2024. Kedua RUU itu pun telah selesai di tingkat pemerintah.

Dengan kedua RUU itu, negara akan sangat terbantu dalam pengembalian kerugian yang berasal dari tindak pidana korupsi, narkoba, perpajakan, kepabeanan dan cukai, serta tindak pidana dengan motif ekonomi lainnya.

Sementara, tanpa adanya RUU Perampasan Aset Tindak Pidana dan RUU Pembatasan Transaksi Uang Kartal, Indonesia memiliki kekosongan UU yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan untuk menyamarkan hasil tindak pidana.

"Dapat mereka nikmati kembali setelah koruptor dan pelaku tindak pidana menyelesaikan masa hukuman," jelas dia.Kedua RUU itu nantinya akan menjadi bagian dalam upaya memberikan efek jera terhadap para koruptor dan pelaku tindak pidana lainnya. Setidaknya menjadi contoh pahit yang dapat dilihat siapa pun sebelum melakukan kejahatan.

"Karena kedua RUU tersebut hampir dapat dipastikan akan meningkatkan efektifitas pemberantasan tindak pidana ekonomi, dan memperkuat kinerja sistem keuangan dan perekonomian nasional," Dian menandaskan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya