Liputan6.com, Jakarta Mantan Staf Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said mengatakan investor lebih berminat membangun kilang di Singapura dibanding Indonesia. Hal ini salah satu disebabkan oleh perbedaan bunga bank yang berbeda signifikan. Sehingga Singapura dinilai lebih layak dibanding Indonesia.
"Membangun kilang di Singapura lebih layak dibanding Indonesia. Kenapa? hanya masalah bunga bank saja. IRR (Internal Rate of Return) 3 sampai 4 persen, di Indonesia 8 hingga 10 persen tidak mungkin layak," ujar Said Didu, Jakarta, Jumat (2/4/2021).
Advertisement
Jika dibangun di Singapura, kata Said Didu, investasi pembangunan kilang tersebut menjadi layak karena bunga bank di negara tersebut jauh lebih rendah. Adapun bunga bank Singapura hanya 2 persen.
"Kalau dibangun di Singapura menjadi layak karena bunga banknya lebih rendah hanya 2 persen. Kalau mau pemerintah memberikan insentif agar IRR nya menjadi naik menambah likuiditas," paparnya.
Pembangunan kilang dinilai menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Mengingat Indonesia juga memiliki cadangan minyak mentah yang cukup banyak untuk dikelola.
"Perbankan pasti mau mendanai. Pertamina ini cukup besar dan pasarnya cukup besar. Bayangkan saja penduduk Singapura hanya 3 juta tapi karena layak disana berebut orang bangun kilang. Penduduk Indonesia 270 juta masa nggak ada yang mau bangun kilang? Jadi sebenarnya inilah tarik menarik antara yang ingin berdagang dan ingin membangun industrinya," tandasnya.
Anggun P. Situmorang
Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kilang Balongan Terbakar, Impor BBM Bakal Naik
Pengamat Energi, Kurtubi mengatakan, kebakaran tanki Kilang Balongan tidak akan berdampak signifikan terhadap supply Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia. Namun untuk jangka panjang, kebakaran ini akan memicu kenaikan impor BBM.
"Kalau normalisasi, operasi Kilang Balongan belum bisa secepatnya atau baru setengah pasti akan ada langkah tambahan untuk memastikan supply ke Jakarta. Langkahnya apa? ya impor," ujarnya dalam diskusi online, Jakarta, Jumat (2/4/2021).
Kurtubi mengatakan, selama ini Indonesia masih ketergantungan impor BBM. Terutama apabila terjadi kebakaran di kilang-kilang perusahaan milik negara.
"Karena setiap ada kecelakaan kilang kita amat sangat tergantung pada impor. BBM impor luar biasa gede karena kapasitas kilang terbatas. Paling mengerikan minyak mentah impor nya luar biasa," jelasnya
Indonesia, kata Kurtubi, selama ini amat lemah dalam melakukan produksi BBM di hulu. Paling besar, produksi yang dihasilkan hanya 300 ribu barel per hari.
"Pengadaan BBM hulu yang lebih memprihatinkan adalah minyak mentah yang produksinya amat sangat rendah. Cuma 300 ribu barel per hari," katanya.
Dalam mengatasi kekurangan BBM ke depan, pemerintah disarankan untuk membangun kilang baru atau menambah kapasitas kilang yang ada saat ini.
"Kalau kilang solusinya tambah kapasitas, baik bangun kilang baru atau RDMP kilang baru ditambah kapasitasnya. Tapi itu butuh waktu 2,3,4 tahun," tandasnya.
Advertisement