Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menilai contoh paling aktual dari cara berpikir radikal adalah teror bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Pada peristiwa yang terjadi 28 Maret 2021 itu, sepasang suami istri diduga pelaku teror, tewas akibat bom tersebut.
"Menyimpang itu peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar, tindakan itu tidak sesuai dengan ajaran Islam. Karena Islam tidak mengajarkan kekerasan dan pemaksaan kehendak (ikrahiyyan) di dalam dakwahnya dan juga dalam memperjuangkan aspirasi melawan ketidakadilan," kata Ma'ruf Amin dalam sambutannya di acara webinar nasional IKADI-BNPT 2021 yang bertema Peran Dai dalam Deradikalisasi Paham Keagamaan Indonesia, Minggu (4/4/2021).
Advertisement
Dia menilai, Islam justru mengajarkan cara yang santun (layyinan) dan dilakukan dengan nasihat yang baik (mau'izhah hasanah). Salah satunya dengan berdialog dengan penyampaian yang terbaik atau mujadalah billati hiya ahsan.
Oleh karena itu, dia menegaskan, aksi yang diklaim para teroris sebagai jihad adalah keliru dan berpikiran sempit. Selain itu, hal dilakukan para teroris tersebut menghambat upaya untuk membangun kembali peradaban Islam.
"Cara berpikir sempit seperti itu menghambat dan kontraproduktif terhadap upaya membangun kembali peradaban Islam. Hal itulah yang menjadi salah satu penyebab mengapa banyak negara berpenduduk muslim masih mengalami ketertinggalan dalam bidang ekonomi, pendidikan, iptek, dan bidang lainnya," kritik Ma'ruf Amin.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Ma'ruf Meminta Para Da'i Berperan Aktif
Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta para pendakwah atau dai dapat menjalankan perannya dengan menyebarkan toleransi dan berpikiran terbuka di Indonesia.
"Para dai harus meneladani cara berpikir Rasulullah SAW dan tidak ikut dalam arus berpikir sempit, seperti fenomena yang muncul belakangan ini. Contoh sederhana cara berpikir sempit adalah tidak percaya bahwa Covid-19 adalah nyata, atau percaya pada teori-teori konspirasi," kata Ma'ruf.
Advertisement