Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan menduga kinerja keuangan emiten BUMN Karya yang merosot pada 2020 didorong bunga obligasi yang tinggi.
Mengutip laman Disway.id, Dahlan Iskan menyoroti kinerja keuangan BUMN Karya pada 2020 lewat artikel berjudul haus kerongkongan. Ia menyebutkan, hal tersebut bisa dibilang mengejutkan dan bisa dibilang tidak. Hal ini mengingat pengamat ekonomi memprediksi BUMN kelompok infrastruktur tinggal tunggu waktu. “Sulit atau sulit sekali,” tulis dia.
Advertisement
Hal itu pun akhirnya terjawab saat laporan keuangan sejumlah BUMN Karya pada 2020 diterbitkan.
Dahlan menyebutkan, Waskita Karya yang mencatatkan rugi hingga Rp 7 triliun. Wijaya Karya catat laba turun dari Rp 2,2 triliun menjadi kurang dari Rp 200 miliar. PTPP turun dari Rp 800 miliar menjadi Rp 128 miliar. Demikian juga BUMN infrastruktur yang lain.
"Pekerjaan infrastruktur memang gegap gempita tahun-tahun terakhir. Tapi bisnis tetaplah bisnis, punya perilakunya sendiri. Dan perilaku itu bersumber dari satu nafas:uang," tulis dia seperti dikutip dari laman Disway.id, ditulis Senin (5/4/2021).
Dahlan Iskanmenulis, pembangunan infrastruktur itu tetap harus mengandalkan sumber dana dari pihak ketiga, bank dan obligasi. Selain itu, rights issue di pasar modal.
Akan tetapi, bank juga harus tunduk pada peraturan di bidang perbankan. Hal ini mengingat ada batas dalam jumlah pemberian kredit pada satu grup perusahaan yaitu one obligor.
"Dana bank adalah nafas nomor satu mereka. Maka ketika perusahaan sudah tidak bisa lagi pinjam dana bank. Karena sudah mencapai batas atas, bencana tahap satu pun datang,” tulis dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Selanjutnya
Dahlan menuturkan, dana pihak ketiga lainnya bisa dari obligasi, MTM dan sejenisnya. Akan tetapi, tahap dua itu pun atas batasnya sampai obligasi itu jatuh tempo. Saat perusahaan terbukti gagal bayar bunga obligasi pilihannya tinggal pada satu lubang dengan menerbitkan obligasi baru dengan bunga lebih tinggi lagi.
“Perkiraan saya, merosotnya kinerja keuangan mereka sebagian besar akibat kemakan bunga tinggi,” tulis dia.
Dahlan menulis, pendanaan lain bisa dari rights issue pasar modal dengan menambah jumlah saham yang dijual ke publik. Akan tetapi, BUMN punya batasan tidak boleh menjual saham ke publik melebihi 50 persen. “Takut mayoritasnya jatuh ke asing. Rasanya semua BUMN infrastruktur kini sudah mentok di limit itu. Dengan demikian rights issue bukan termasuk pilihan lagi,” kata dia.
Advertisement