Dari luar bangunan hanya sebuah bangunan permanen. Tak ada yang istimewa di sekitar bangunan, hanya kesepian suasana khas pedesaan. (merdeka.com/Arie Basuki)
Dikelilingi kebun sayuran dan terletak di ujung kampung, tak ada yang menyangka kalau bangunan ini adalah tempat penampungan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan jumlah mencapai 60 orang. (merdeka.com/Arie Basuki)
Daarul Miftah Mulia namanya. Pesantren di Kampung Cisuuk Rt 04, Rw 02, Desa Cibeutung Udik, Kecamatan Ciseeng, Bogor ini sudah 14 tahun berdiri dan sudah ribuan ODGJ baik karena stress, depresi, penyalahgunaan narkoba, dan lain-lain disembuhkan. (merdeka.com/Arie Basuki)
Nampak deretan sel terkunci berada dalam bangunan pesantren. Puluhan ODGJ beraktifitas dalam sel. (merdeka.com/Arie Basuki)
Ada yang tiduran, melamun, membaca Al-Qur’an. Mereka nyaman di dalamnya saling berinteraksi dengan sesamanya. (merdeka.com/Arie Basuki)
“Di masa pandemi ini, penghuni pesanteran bertambah dua kali lipat”, Ustad Ruslan, pengasuh ponpes bertutur , dan “kebanyakan ujung masalahnya karena faktor ekonomi, membuat orang stres, depresi atau menyalahgunakan narkotika yang menyebabkan mereka gila”, tambah ustad berusia sekitar 45 tah
Dan “kebanyakan ujung masalahnya karena faktor ekonomi, membuat orang stres, depresi atau menyalahgunakan narkotika yang menyebabkan mereka gila”, tambah ustad berusia sekitar 45 tahun. (merdeka.com/Arie Basuki)
Rata-rata santri disini selain dikirim oleh kelurganya juga drop-an dari berbagai komunitas yang menemukan ODGJ di jalan lalu diserahkan ke ponpes. (merdeka.com/Arie Basuki)
Untuk penyembuhan rata-rata membutuhkan waktu enam bulan hingga satu tahun. (merdeka.com/Arie Basuki)
Metode pengobatan di ponmpes ini menggunakan metode rukyah, dan pijat simpul saraf. Para ODGJ diajarkan untuk shalat, membaca Qur’an dan dzikir. Selebihnya unuk mengisi waktu luang mereka diajarkan langsung berkebun sayur mayur. (merdeka.com/Arie Basuki)
Sayangnya untuk berkebun mereka terpaksa mengolah lahan milik orang lain karena keterbatasan lahan pesantren. Lebih dari 80 persen santri disini gratis, makannya hingga saat ini ponpes masih mengharapkan uiluran donatur untuk operasional ponpes. (merdeka.com/Arie Basuki)