DPR Minta Pemerintah Kaji Larangan Mudik Lebaran 2021

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta pemerintah mengkaji kembali pelarangan mudik Lebaran.

oleh Athika Rahma diperbarui 06 Apr 2021, 12:30 WIB
Kendaraan pemudik melintas di ruas jalan tol Batang - Semarang, Jawa Tengah, Minggu (2/6/2019). Memasuki H-3 Lebaran, kepolisian dan pengelola jalan tol masih memberlakukan jalan tol satu arah (One Way) dari Jakarta menuju Semarang yang terpantau ramai lancar. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI MH Said Abdullah meminta pemerintah mengkaji kembali pelarangan mudik Lebaran. Kajian itu menyangkut durasi mudik dan mekanisme mudik.

Sebagai pertimbangan, agenda mudiknya yang diperkirakan antara tanggal 6 -17 Mei 2021 (secara kultural). Namun, pemerintah bisa membatasi pelonggaran mudik dengan batas waktu beberapa hari saja. Misalnya 5 hari.

Said menegaskan, Lebaran dengan tradisi mudiknya adalah peristiwa budaya sekaligus ekonomi, terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58 persen PDB nasional. Mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa atau kampung halaman saat mudik memberi pengaruh besar.

Selain itu, secara ekonomi, jelasnya, mudik mendorong tingkat konsumsi rumah tangga lantaran akan banyak sektor ikutan yang terdampak. Selama pandemi, rumah tangga menengah atas menahan tingkat konsumsi, sehingga mudik menjadi peluang tingkat konsumsi semua golongan rumah tangga. Bahkan, konsumsi rumah tangga berkontribusi 57 persen PDB. Misalnya transportasi, hotel, restoran, retail, hingga pedagang eceran.

Apalagi, selama pandemi 2020 kemarin, sektor sektor ini sangat terpukul. Transportasi terkontraksi -15,4 persen, hotel (penyedia jasa akomodasi) -24,4 persen, restoran (penyedia jasa makanan) -6,68 persen.

Namun demikian, tegas Said, kegiatan mudik disyaratkan dengan menunjukkan dokumen hasil swab negatif Covid-19 untuk semua orang yang mudik, baik saat datang maupun balik, baik di dalam kota, antar kota dalam provinsi, apalagi antar kota antar provinsi. Protokol ini sesuai dengan tata cara pencegahan penularan covid-19 di antara penumpang kereta api dan pesawat terbang.

Untuk itu, Satgas Covid-19 dan jajaran aparat keamanan di semua tingkatan melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat terhadap para pemudik yang melanggar ketentuan, yakni tidak memenuhi protokol kesehatan.

"Jadi, asalkan menunjukkan dokumen negatif Covid hasil tes Polymerase Chain Reaction (PCR), Rapid Test Antigen dan GeNose C19, kenapa mudik dilarang?" tegas Said.

Demikian juga dengan para pelaku ekonomi atau sektor sektor terkait, juga harus menerapkan protokol kesehatan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu oleh satgas Covid-19 di daerah masing-masing. Terutama pada area-area yang menjadi perlintasan mudik.

“Mempercepat pelaksanaan vaksinasi terhadap kelompok prioritas, terutama pada daerah-daerah yang menjadi sasaran mudik sebagai upaya pencegahan penyebaran Covid-19 di daerah tujuan mudik Lebaran,” jelasnya.

 

Saksikan Video Pilhan di Bawah Ini:


Ketentuan Halalbihalal

Ilustrasi Halal bi Halal | Sumber Foto: sma1pekalongan.sch.id

Dia menjelaskan, Satgas Covid-19 tetap melarang proses halalbihalal secara fisik di kampung-kampung, terlebih lagi melibatkan pemudik dari luar. Jikalau tetap melaksanakan halalbihalal fisik, maka aturan teknisnya dan pelaksanaannya dilaksanakan oleh satgas Covid-19 tingkat desa/ kampung yang dilakukan di ruang terbuka secara bersama-sama dengan tetap memprioritaskan protokol kesehatan.

Politikus senior PDI Perjuangan ini berkeyakinan dengan ikhtiar tersebut, bangsa ini bisa memenangkan banyak hal sekaligus, yakni pertama, menjaga pertumbuhan Covid-19 tetap menurun. Dan kedua, menggunakan momentum mudik sebagai upaya kebangkitan ekonomi dan mentradisikan budaya silaturahmi dengan baik dengan segenap kerabat.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya