Komisi I Dukung Kapolri Larang Media Siarkan Polisi Arogan: Harus Dijaga Wibawanya

Bobby menilai semua pihak harus mendukung upaya reformasi polisi menjadi humanis dan tidak mendukung cara kekerasan.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 06 Apr 2021, 12:54 WIB
Seorang wartawan membentangkan poster saat aksi solidaritas tolak kekerasan terhadap jurnalis di Bundaran HI, Jakarta, Jumat (14/11/2014). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeluarkan pedoman peliputan media. Salah satunya larangan menyiarkan aksi polisi arogan. Larangan itu disebarkan melalui Surat Telegram.

Anggota Dewan Pers Agus Sudibyo menilai, Kapolri tidak perlu menerbitkan larangan yang termaktub dalam Surat Telegram bernomor ST/750/IV/HUM.3.4.5./2021. Sebab, menurut dia, teknis mekanis media telah diatur oleh kode etik.

“Liputan media sudah diatur dalam kode etik jurnalistik dan Undang-undang Pers,” kata Agus pada Liputan6.com, Selasa (6/4/2021).

Agus menilai, polisi bisa merujuk ke kode etikd an UU Pers tanpa perlu ada aturan baru. "Semestinya polisi merujuk pada keduanya sudah cukup,"ucapnya.

Surat tersebut tertanggal 5 April 2021, dari Kapolri dan ditujukan kepada para Kapolda yang membawahi para Kepala Bidang Humas. Surat ditandatangani Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono membenarkan mengenai edaran internal tersebut. Alasannya adalah untuk kepentingan kinerja kepolisian di wilayah.

"Pertimbangannya agar kinerja Polri di kewilayahan semakin baik," kata Rusdi melalui pesan singkat, Selasa (6/4/2021).

Saksikan Video Terkait Berikut Ini:


Perlu Dijaga Kewibawaanya

Anggota Komisi I DPR Bobby Rizaldy mendukung larangan Kapolri tersebut. Alasannya, sebagai penegak hukum, Polri harus dijaga wibawanya.

"Jangan karena ada oknum segelintir, disiarkan secara luas, rentan bisa mendiskreditkan institusi negara ini," kata Bobby saat dikonfirmasi, Selasa (6/4/2021).

Bobby menilai semua pihak harus mendukung upaya reformasi polisi menjadi humanis dan tidak mendukung cara kekerasan.

“Kapolri sendiri sudah melakukan upaya reformasi polisi yang humanis, ini yang perlu didukung. Biarlah bila ada yang arogan, bisa dilaporkan langsung ke inspektorat internal polisi, tidak perlu di broadcast/siarkan secara luas,” ucapnya.

11 Poin Pedoman Peliputan Polri:

Pertama, media dilarang menyiarkan upaya/tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan, diimbau untuk menanyangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

Kedua, tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidik terhadap tersangka tindak pidana.

Ketiga, tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian

Keempat, tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan/atau fakta pengadilan

Kelima, tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan dan/atau kejahatan seksual.

Keenam, menyamarkan gambar wajah dan identitas korban, kejahatan seksualdan keluarga, serta orangtua diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.

Ketujuh, menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur. 

 


Poin Delapan-Sebelas

Kedelapan, tidak menayangkan secara eksplisit dan terperinci adegan dan/atau reka ulang buuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.

Sembilan, tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.

Sepuluh, dalam upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan oleh personel Polri yang berkompeten.

Sebelas, tidak menampilkan gambaran eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaftikan bahan peledak.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya