Gerak IHSG di Zona Hijau, Investor Asing Buru Saham TLKM hingga FILM

Pada pra pembukaan perdagangan saham, Rabu (7/4/2021), IHSG naik tipis 0,15 persen atau 9,1 poin ke posisi 6.011.

oleh Agustina Melani diperbarui 07 Apr 2021, 10:57 WIB
Pekerja tengah melintas di layar pergerakan IHSG di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (18/11/2019). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada zona merah pada perdagangan saham awal pekan ini IHSG ditutup melemah 5,72 poin atau 0,09 persen ke posisi 6.122,62. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)  berada di zona hijau pada awal sesi perdagangan saham. Investor asing masih melakukan aksi jual saham sekitar Rp 200,36 miliar.

Pada pra pembukaan perdagangan saham, Rabu (7/4/2021), IHSG naik tipis 0,15 persen atau 9,1 poin ke posisi 6.011. Pada pukul 09.00 WIB, IHSG naik 0,28 persen atau 16,95 poin ke posisi 6.019. Indeks saham LQ45 naik 0,08 persen ke posisi 900,86. Sebagian besar indeks saham acuan kompak menghijau.

Pada awal sesi perdagangan saham, IHSG berada di posisi tertinggi 6.022 dan terendah 5.999,07. Sebanyak 152 saham melemah sehingga mendorong penguatan IHSG terbatas. 179 saham menguat. 175 saham menguat.

Total frekuensi perdagangan saham 96.223 kali dengan volume perdagangan saham 1,8 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 831,6 miliar. Investor asing jual saham Rp 200,36 miliar di pasar reguler. Posisi dolar Amerika Serikat terhadap rupiah di kisaran 14.466.

Secara sektoral, sebagian besar sektor saham menghijau yang dipimpin sektor saham infrastruktur naik 0,87 persen. Diikuti sektor saham perdagangan menguat 0,45 persen dan sektor saham barang konsumsi menanjak 0,27 persen. Sektor saham aneka industri turun 1,03 persen.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini


Gerak Saham

Papan elektronik menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pada penutupan akhir tahun, IHSG ditutup melemah 0,95 persen ke level 5.979,07. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Saham-saham yang catat top gainers antara lain saham ZBRA naik 23,70 persen, saham CFIN melonjak 23,02 persen, saham OMRE mendaki 16,67 persen, dan saham BBSI naik 16,47 persen, serta saham FORU menanjak 17,80 persen.

Sementara itu, saham-saham yang masuk top losers antara lain saham TRUK turun 7 persen, saham LCKM tergelincir 6,92 persen, saham RELI merosot 6,88 persen, saham BNBA turun 6,82 persen dan saham OPMS susut 6,77 persen.

Saham-saham yang dibeli investor asing antara lain saham TLKM sebesar Rp 5,9 miliar, saham FILM sebesar Rp 2,4 miliar, saham EMTK sebesar Rp 2,1 miliar, saham BMRI sebesar Rp 2,1 milair dan saham PTBA sebesar Rp 1,9 miliar.

Selain itu, saham-saham yang dilepas investor asing antara lain saham BBCA sebesar Rp 34,3 miliar, saham ASII sebesar Rp 9 miliar, saham BBRI sebesar Rp 5,6 miliar, saham BBTN sebesar Rp 4,1 miliar, dan saham BBNI sebesar Rp 1,7 miliar.

Bursa saham Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 0,30 persen, indeks saham Shanghai melemah 0,61 persen dan indeks saham Taiwan susut 0,04 persen.

Sedangkan indeks saham Korea Selatan Kospi menguat 0,38 persen, indeks saham Jepang Nikkei mendaki 0,05 persen dan indeks saham Singapura naik 0,14 persen.

Mengutip Ashmore Asset Management Indonesia, bursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup melemah pada perdagangan 6 April 2021. Indeks saham Dow Jones turun 0,29 persen ke posisi 33.430. Indeks saham S&P 500 melemah 0,10 persen ke posisi 4.074. Indeks saham Nasdaq turun 0,05 persen ke posisi 13.698.

Wall street melemah didorong saham teknologi yang tertekan di tengah gelombang baru perkembangan perdagangan yang diblok terkait Archegos Capital Management. Reli di wall street kehilangan beberapa momentum karena Credit Suisse dikatakan telah melepas lebih dari USD 2 miliar saham yang terkait dengan Archegos.

6 dari 11 kelompok industri utama naik dipimpin oleh utilitas, kebutuhan pokok, konsumen dan konsumsi.

Penguatan wall street yang berhenti itu setelah data ekonomi AS yang kuat dan kemajuan vaksinasi COVID-19. Sementara itu, rencana pajak yang disusun Presiden AS Joe Biden pekan lalu kemungkinan memukul perusahaan teknologi dan farmasi.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya