Cadangan Devisa Indonesia di Maret 2021 Turun Jadi USD 137,1 Miliar

Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2021 tercatat sebesar USD 137,1 miliar

oleh Tira Santia diperbarui 07 Apr 2021, 10:30 WIB
Karyawan menghitung uang kertas rupiah yang rusak di tempat penukaran uang rusak di Gedung Bank Indonessia, Jakarta (4/4). Selain itu BI juga meminta masyarakat agar menukarkan uang yang sudah tidak layar edar. (Merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Maret 2021 tercatat sebesar USD 137,1 miliar, tetap tinggi meskipun menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Februari 2021 sebesar USD 138,8 miliar.

Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 10,1 bulan impor atau 9,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," kata Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono, Rabu (7/4/2021)

Penurunan posisi cadangan devisa pada Maret 2021 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah sesuai pola jatuh tempo pembayarannya.

Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Utang Pemerintah Tembus Rp 6.361 Triliun, Kemenkeu: Sesuai Prediksi

Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo menyebut, utang pemerintah sebesar Rp6.361 triliun pada Februari 2021 sudah sesuai dengan proyeksi. Menurutnya posisi utang ini dibutuhkan untuk pembiayaan APBN dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Utang naik sesuai proyeksi. Pembiayaan APBN memang dibutuhkan untuk menangani pandemi, di saat penerimaan tertekan dan belanja naik," kata dia seperti dikutip dari laman Twitternya @prastow, Jumat (26/3/2021).

Dia menambahkan, pembiayaan APBN selama masa pandemi juga difokuskan untuk bantuan sosial (bansos), pemberian insentif kepada dunia usaha dan UMKM, hingga progam vaksinasi untuk seluruh rakyat Indonesia.

Seperti diketahui, posisi utang pemerintah per akhir Februari 2021 berada di angka Rp361,01 triliun atau setara dengan 41,10 persen terhadap PDB. Jumlah ini meningkat sebesar 0,7 persen jika dibandingkan perode sama tahun lalu yang hanya sebesar Rp217,6 triliun.

Rincian Utang

Adapun rincian utang pemerintah pada Februari 2021 terdiri dari pasar domestik dan valas. Dari pasar domestik terkumpul Rp4.235 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara sebanyak Rp3.463 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp771 triliun.

Sedangkan dari valas totalnya Rp1.263 triliun. Terdiri dari Surat Utang Negara Rp1,011 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara Rp241 triliun.

Sementara itu, sisa utang pemerintah berasal dari pinjaman sebesar Rp862 triliun atau 13,56 persen dari total utang. Terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp12,51 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp849,87 triliun.

Lebih rinci, komponen utang luar negeri terdiri dari bilateral, multilateral dan bank komersial. Antara lain pinjaman bilateral sebanyak Rp331 triliun, pinjaman multilateral Rp473 triliun dan pinjaman bank komersial Rp45 triliun.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya