Liputan6.com, Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan, ada penambahan jumlah korban jiwa akibat bencana alam seperti banjir bandang hingga tanah longsor di Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga Rabu pukul 14.00 WIB.
"Data 124 jiwa meninggal dunia dan 74 orang hilang," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati dalam diskusi virtual, Rabu (7/4/2021).
Advertisement
Dia menjelaskan, warga NTT yang menjadi korban meninggal tersebut tersebar di sejumlah wilayah. Sebanyak 67 korban meninggal tersebut ada di Kabupaten Flores Timur, 28 orang Kabupaten Lembata, 21 orang Kabupaten Alor, dan tiga orang di Kabupaten Malaka.
Lalu, dua orang meninggal di Kabupaten Sabu Raijua, dan Kabupaten Kupang, Kota Kupang, serta Kabupaten Ende masing-masing satu orang.
Sedangkan yang masih dinyatakan hilang paling banyak di Kabupaten Lembata yakni 44 orang. "Enam orang di Flores Timur dan 24 orang di Kabupaten Alor," ucap dia.
Selanjutnya, 129 orang luka-luka dan terdapat 4 ribuan warga jadi korban bencana alam akibat siklon tropis Seroja ini.
Raditya juga menyatakan, akibat bencana tersebut 1.962 rumah warga di NTT terdampak. Rinciannya, rumah rusak berat 688 unit, kerusakan ringan 154 unit, dan rusak sedang 272 unit
Saksikan video pilihan di bawah ini:
BNPB Beri Rp 500 Ribu per Keluarga per Bulan ke Pengungsi Bencana di NTT
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Doni Monardo mengatakan pemerintah memberikan bantuan dana hunian sementara sebesar Rp 500 ribu per keluarga per bulan bagi para pengungsi di Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dana tersebut adalah dana bantuan bagi para korban bencana alam banjir bandang yang rumahnya terdampak.
"Penting bagi kita untuk memperhatikan kondisi tenda pengungsi yang sempit, sehingga menjadi potensi penularan COVID-19. Untuk itu BNPB dan Pemerintah Provinsi NTT akan memberikan ini," kata Doni dalam siaran persnya, Rabu (7/4/2021).
Doni berharap dana bantuan itu dapat digunakan masyarakat untuk mencari rumah sewa atau tempat tinggal di sanak kerabat yang tidak terdampak. Tujuannya, agar sebagian dari mereka tidak berkumpul dan berkontak langsung dalam tenda pengungsian yang padat.
Pada pelaksanaan kebijakan tersebut, Doni yang juga menjabat sebagai Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 ini menjelaskan bahwa data warga yang rumahnya terdampak bencana untuk diberikan bantuan akan didata terlebih dahulu oleh pemerintah daerah setempat.
"Warga yang rumahnya rusak dan tidak bisa dihuni akan didata terlebih dahulu oleh pemerintah daerah setempat, seperti pengumpulan nama, KTP, dan persyaratan lainnya," kata Doni.
Doni menambahkan, jika data sudah terkumpul dan telah terverifikasi, BNPB akan memberikan bantuan dana itu. Sehingga warga bisa langsung menempati rumah sanak kerabatnya.
"Hal ini semata dilakukan untuk memutus mata rantai penularan COVID-19, kerumunan warga yang ada dalam tenda pengungsian harus dihindari," Doni menandaskan.
Advertisement