Sedulur Sikep Berharap Samin Dinobatkan Jadi Pahlawan Nasional

Perjuangan Samin Surosentiko sesuai cerita turun temurun dari leluhurnya, disebutkan bahwa sebutan Samin atau Sedulur Sikep dari nama tokoh yang melakukan perlawanan terhadap penjajah Belanda

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Apr 2021, 21:30 WIB
ugu Sedulur Sikep Samin berdiri di Dusun Jipang, Desa Margomulyo, Kecamatan Margomulyo, Kabupaten Bojonegoro. (Liputan6.com/ Ahmad Adirin)

Liputan6.com, Kudus - Warga Sedulur Sikep atau dikenali dengan sebutan komunitas Samin yang bermukim di Kecamatan Undaan, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menyatakan dukungannya terhadap usulan terhadap Samin Surosentiko sebagai pahlawan nasional.

"Sebetulnya usulan tokoh Samin Surosentiko menjadi pahlawan nasional sudah lama muncul. Kalaupun saat ini kembali digaungkan, kami warga Sedulur Sikep yang berada di Desa Larikrejo, Kecamatan Undaan, Kudus, sangat mendukung," kata Tokoh Sedulur Sikep Desa Larikrejo Budi Santoso yang juga dianggap sebagai tokoh penghayat kepercayaan, ketika dimintai tanggapannya soal usulan Samin Surosentiko menjadi pahlawan di Kudus, Kamis.

Kalaupun benar ada usulan kembali, dia berharap, pemerintah bisa memprosesnya sehingga bagi komunitas Sedulur Sikep bisa meneruskan ajaran tokoh itu agar bisa didengar publik.

Ia menceritakan perjuangan Samin Surosentiko sesuai cerita turun temurun dari leluhurnya, disebutkan bahwa sebutan Samin atau Sedulur Sikep dari nama tokoh.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Sekilas Samin Surosentiko

Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo (kiri) bersama pegiat isu pluralisme Imdadun Rahmat memberi keterangan di Kantor Dewan Pers Jakarta, Rabu (12/12). Dewan Pers memberi keterangan terkait pemenang Yap Thiam Hien Award 2018. (Liputan6.com/JohanTallo)

Samin Surosentiko sendiri diceritakan berasal dari keturunan keraton, kemudian keluar dari lingkungan keluarganya dengan berbaur dengan masyarakat biasa untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajah, Belanda.

"Intinya, leluhur kami menentang penjajahan Belanda. Karena tidak boleh membunuh karena ajarannya semua manusia yang ada di bumi merupakan saudara sehingga agar bisa tetap hidup harus menjalin bekerja sama," ujarnya dalam bahasa jawa.

Adapun perlawanan terhadap penjajahan, yakni dengan cara membangkang dengan tidak membayar pajak, menolak membenahi jalan dan menolak ikut ronda atau kebijakan apapun ditentang leluhur beserta pengikut, termasuk simbah-simbah dan buyutnya.

"Setelah dibuang ke Digul, kemudian kedua di Sawah Lunto, Padang, Sumatera Barat, memberikan petuah nantinya ketika Indonesia merdeka harus mau membayar pajak dan kebijakan pemerintah lainnya," ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya