Liputan6.com, Jakarta Eks Sekretaris Menteri BUMN, Muhammad Said Didu, mengatakan pemerintah harus ikut campur menyelesaikan masalah BUMN konstruksi.
Banyak proyek yang tidak layak secara ekonomi akan selesai 2021, sehingga akan membebani perusahaan baik dari sisi operasional dan utang.
Advertisement
Beban-beban tersebut akan muncul sekaligus. Di sisi lain, dari sisi pendapatan dari awal sudah dinyatakan tidak layak.
"Saya berani mengatakan bahwa penyelesaiannya hanya organik. Mengharapkan dari BUMN agak pesimis, tidak ada jalan lain kecuali pemerintah ikut campur menyelesaikan masalah BUMN konstruksi, karena memang penyebab kerugiannya adalah karena penugasan," jelas Said Didu dalam diskusi Narasi Institute bertajuk "Mencari Jalan Keluar Menggunungnya Utang BUMN Karya"pada Jumat (9/4/2021).
Ia menilai pemerintah membebani BUMN karya dengan penugasan pembangunan infrastruktur, yang sebenarnya tidak layak secara ekonomi. Hingga akhirnya membebani kinerja perusahaan BUMN.
Jalan keluar dari masalah ini, kata Said Didu, sebenarnya ada dua. Pertama, pemerintah memberikan penyertaan modal negara atau yang kedua, menjual proyek ke pihak swasta. Opsi kedua ini dinilai sulit dilakukan.
"Saya tidak yakin ini laku karena saya paham betul biayanya, cost dari BUMN itu jauh lebih mahal daripada biasanya. Di 2011 itu pembiayaan pembangunan tol hanya Rp 60 miliar per kilometer (Km), sekarang itu tol yang di luar kota sekitar Rp 100 miliar per km, dan di dalam kota Rp 150 -200 miliar per Km," tuturnya.
Melihat kenyataan tersebut, BUMN disebut sedang menghadapi persoalan yang sangat besar. Sumber utamanya adalah adalah euforia pembangunan infrastruktur yang dibebankan kepada BUMN karya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kontraktor
Kendati demikian, katanya, yang perlu diantisipasi sebenarnya bukan hanya BUMN. Melainkan kontraktor yang menjadi mitra pembangunan infrastruktur BUMN.
"BUMN sekarang sakit, tapi penyakit itu sudah disebarkan ke perusahaan-perusahaan swasta. Tidak sedikit sub kontraktor atau kontraktor BUmn sekarang tidak dibayar karena BUMN tidak memiliki cash yang cukup," ungkap Said Didu.
"Coba bayangkan Waskita yang punya bunga utang Rp 4 triliun per tahun, saya tidak bisa membayangkan kalau mengharapkan dari jasa konstruksi berat sekali, dari pengelolaan infrastruktur jalan tol, pelabuhan, dan bandara yang dimiliki juga akan menambah kerugian. Jadi saya harap pemerintah betul-betul duduk melihat bahwa ini persoalan yang sebenarnya bukan persoalan BUMN, ini disebabkan penugasan pemerintah terhadap infrastruktur yang sebenarnya tidak layak," sambungnya.
Advertisement