Analisa Pakar UGM Perihal Dahsyatnya Banjir Bandang NTT

Pakar Kebencanaan UGM Prof. Suratman, mengatakan bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur disebabkan oleh jumlah curah hujan akibat anomali iklim dengan siklon tropis seroja. 

oleh Yanuar H diperbarui 10 Apr 2021, 17:00 WIB
Warga membawa seorang pria yang terluka saat banjir di Ile Ape, di Pulau Lembata, provinsi Nusa Tenggara Timur, Minggu (4/5/2021). Bencana banjir bandang telah menewaskan lebih dari 70 orang dan puluhan hilang serta membuat ribuan orang mengungsi. (AP Photo/Ricko Wawo)

Liputan6.com, Yogyakarta - Pakar Kebencanaan UGM Prof. Suratman, mengatakan bencana banjir bandang di Nusa Tenggara Timur disebabkan oleh jumlah curah hujan akibat anomali iklim dengan siklon tropis Seroja.

Menurut analisisnya, banjir bandang NTT juga tergantung dari sisi ketahanan bentang alam, kondisi hutan dan lereng di sekitar aliran sungai. Apabila daya dukung semakin minim maka ketangguhan sungai dalam menahan jumlah curah hujan yang tinggi di hulu sungai akan menurun.

”Selain karena cuaca yang ekstrem, pulau-pulau kecil ini saya lihat jarak lintas sungai jaraknya pendek. Diperkirakan sekitar empat kilometer dari hulu hingga sampai ke laut, material vulkanik, dan datanya hutannya juga ada pengurangan,” kata Suratman, Jumat (9/4/2021).

Banjir bandang seperti di  Lembata, Alor dan Flores Timur menandakan bahwa ketahanan bentang alam dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di pulau kecil terdegradasi akibat deforestasi dan alih fungsi lahan. Karena itu ia meminta pemerintah untuk memperhatikan pengelolaan kondisi dan daya dukung DAS terhadap program pembangunan sebaran pemukiman. 

“ Ini peringatan untuk bangsa kita. Jadi banjir tidak hanya terjadi pada DAS besar tapi DAS kecil di pulau kecil apalagi terjadi anomali iklim seperti sekarang ini bisa mengerikan,” katanya.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Srikandi Sungai dan Sekolah Sungai

Ilustrasi banjir bandang. (Liputan6 TV)

Menurutnya kejadian bencana banjir bandang umumnya sangat mendadak. Terlebih lintas sungai yang pendek ini membuat waktu evakuasi sangat singkat meski sudah ada peringatan dini. Ditambah lagi peristiwa banjir bandang berlangsung di malam hari. 

“Bila tiga hari hujan berturut-turut maka bisa berisiko banjir sehingga harus waspada,” katanya.

Suratman menjelaskan sebagai langkah meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengantisipasi banjir bandang dan luapan air di sekitar sungai, ia mengusulkan perlu dilakukan edukasi. Salah satunya melalui pembentukan srikandi sungai dan sekolah sungai. 

Suratman mengatakan program yang selama ini difokuskan pada  DAS yang panjang dan di pulau-pulau besar. Namun dengan kejadian banjir di pulau-pulau kecil di wilayah NTT ini bisa juga diterapkan dan akan menggandeng universitas lokal untuk bekerja sama.

“Lewat srikandi sungai dan sekolah sungai kita akan membentuk relawan rakyat untuk pencegahan bencana banjir melalui kegiatan edukasi dan penyadaran, aksi konservasi, kegiatan ekonomi kreatif di sekitar sungai,” katanya yang juga inisiator program srikandi sungai di Indonesia.

Ia berharap ada  dukungan dari pemerintah pusat dan daerah agar program pembentukan relawan sungai bisa tersebar di seluruh daerah.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya