Liputan6.com, Jakarta - Tri Janita, wanita kelahiran Jakarta, 1 Januari 1981 ini gemar membagikan kegiatan olahraganya melalui berbagai platform sosial media, salah satunya Instagram.
Lewat akun Instagram @healthjourney.by.nita, selain rutin membagikan momen hidup sehat yang dijalankan, seperti olahraga angkat beban, yoga, boxing, progres penurunan berat badan, atau makanan yang dikonsumsi, Nita--sapaan akrabnya juga kerap membagikan aktivitas bersama keluarga, teman, maupun rekan kerja.
Advertisement
Tidak hanya aktif di media sosial, ibu satu orang anak ini juga bekerja di sebuah perusahaan tambang lokal sebagai Legal Manager.
Nita, telah melakukan berbagai cara untuk menurunkan berat badannya sejak puluhan tahun lalu. Baik itu obat pelangsing, berbagai macam diet, bahkan pergi ke orang pintar sekalipun pernah dilakukan demi menurunkan berat badan dan keluar dari bayang-bayang obesitas.
“Kalau pengalaman untuk menurunkan berat badan, sudah saya lakukan sejak awal masa perkuliahan. Sekitar 20 tahun lalu, untuk pertama kalinya saya mencoba menurunkan berat badan,” ujar Nita kepada Health Liputan 6 lewat sambungan telepon.
Bermacam-macam cara yang telah dilakukan oleh Nita, nyatanya tidak dapat dipertahankan ataupun memberikan hasil permanen. Hanya turun beberapa kilogram saja, kemudian kembali lagi ke berat badan awal, bahkan lebih berat.
“Misalnya, mulai di angka 100, lalu melakukan diet bisa sampai pada angka 95. Tapi, begitu berhenti melakukan diet, akan naik lagi, lebih tinggi lagi, bisa mencapai angka 105 atau 106,” ungkap Nita.
Naik turun massa timbangan seperti itu terus berulang selama puluhan tahun. Perjalanan menurunkan berat badan terus dilakukan Nita hingga sampai pada masa sebelum dikaruniai buah hati. Dirinya mampu menurunkan berat badan hingga kira-kira 30 kilogram.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Menghadapi Puncak Terberat Sepanjang Hidup
Setelah hamil dan melahirkan, tibalah masa dimana Nita merasakan puncak terberat sepanjang hidupnya. Kala itu berat badannya mengalami kenaikan drastis hingga mencapai 159 kilogram.
Menurutnya, peningkatan berat badan drastis yang dirasakan saat itu merupakan akibat dari pola pikir yang keliru.
“Momok seperti ‘gapapa makan banyak, kan untuk menghasilkan ASI’, saya percaya, karena itu yang ngomong orang tua kan. Trus kata-kata menakuti yang sering didengar seperti ‘nanti ASInya nggak keluar lho’,” ujar Nita.
Ditambah lagi dengan kondisi Nita yang mudah panik, mendengar perkataan demikian membuatnya makin terjerumus ke dalam pola pikir keliru.
Berada pada kondisi berat badan 159 kilogram, diakui Nita membuat aktivitas hariannya sudah mulai terasa berat untuk dilakukan. Rasa tidak nyaman pada tubuh yang muncul ketika beraktivitas mengakibatkan pergerakannya sangat terbatas.
Meskipun dirinya sadar akan kesulitan yang dihadapi akibat berat badan berlebihan, ia tetap kekeuh bahwa semua ini dilakukan demi sang anak.
Bahkan Kakak Nita sudah memperingatinya dengan mengatakan, “Kamu tuh udah segede pintu.”
Namun, bukannya tersadar Nita justru tak suka. Padahal jauh-jauh hari sebelumnya sang Kakak telah mengingatkannya dengan berbagai cara yang baik, tetapi selalu diabaikan.
Ketika dirinya mulai tersadar akan aktvitas harian yang sudah tidak lagi nyaman untuk dilakukan dan berkeinginan berubah. Nita justru dihadapkan dengan kesulitan menemukan metode yang ampuh untuk menurunkan berat badan.
“Aku tuh coba hampir semuanya, tapi nggak ada yang works for me, nggak ada yang bisa ku pertahankan untuk jangka panjang, selalu ada titik balik ke berat awal, bahkan lebih parah,” kata Nita.
Advertisement
Diawali Jalan Kaki, Nita Akhirnya Nyaman dengan Angkat Beban
Setelah kesulitan mencari metode yang ampuh untuk menurunkan berat badan selama puluhan tahun lamanya. Akhirnya, di tahun 2018 Nita memulai perjalanan menurunkan berat badannya kembali dengan mencari informasi lewat berbagai media sosial.
Hasil pengumpulan informasi itu, membuat dirinya yakin mampu untuk menurunkan berat badan.
“Diet itu nggak harus ketat, tapi harus memahami berapa kebutuhan tubuh, porsi makan diperhatikan, makan apa aja boleh, pilihan makanan bernutrisi atau tidak itu tergantung keinginan masing-masing,” ujar Nita ketika mengungkapkan temuannya seputar diet kala itu.
Nita sadar betul bahwa dirinya sulit untuk mengubah pola makan. Maka dari itu, pilihan pertamanya adalah melakukan olahraga terlebih dahulu.
Olahraga awalnya dilakukan hanya dengan rutin berjalan kaki setiap pagi selama 10 menit. Jalan kaki terus konsisten ia lakukan selama 3 bulan lamanya.
Setelah 3 bulan rutin berjalan kaki setiap pagi selama 10 menit, Nita merasa tertantang untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar jalan kaki.
Lalu, pilihan jatuh pada berolahraga dengan Electrical Muscle Stimulation. Metode ini bertahan selama 2 bulan saja, kemudian beralih pada fitnes.
“Percobaan fitnes dilakukan selama 3 bulan, ternyata aku nyaman melakukannya. Aku suka melakukan angkat beban ini,” kata Nita.
Nita tidak menyangka bahwa akhirnya angkat beban menjadi metode ternyamannya hingga saat ini. Padahal sebelumnya ia takut untuk masuk tempat fitnes, lagi-lagi karena pola pikir yang keliru atau dapat dikatakan parno-an.
“Selama ini kan suka takut, ya gimana sih, badanku gede banget, aku ngerasa ntar masuk kesana orang-orang pada liatin aku,” ungkapnya.
Angkat beban terus rutin dilakukan sampai saat ini. Jika sebelum pandemi dirinya rutin mengunjungi tempat fitnes, kini angkat beban dilakukan di rumah saja.
Pandemi juga menjadi alasan Nita membuat mini home gym sendiri, yang saat itu sebagai siasat untuk tetap berolahraga meskipun harus tetap berada di rumah.
Mampu Angkat Beban Hingga Turun 59 kilogram, Ini Pesan Nita
Dalam akun instagramnya, Nita sempat membagikan cerita soal bobot tubuhnya yang turun hingga 61kg. Menurutnya, dengan melakukan pola hidup sehat, ia bukan hanya bisa beraktivitas normal namun bonus turun badan sangat di luar ekpektasi.
TARGET BERAT BERAPA MBA?
••FAQ guys !Mba Nita mau target berat badan berapa?•••Dari awal saya selalu cerita kalau saya ga punya target untuk turun berapa kilogram atau mau berat badan berapa. Saya pengen bisa beraktivitas normal aja....••Ternyata ketika ekspektasi saya turunin, yang saya pikir sesuai kemampuan, hadiahnya malah banyak banget. Tubuh pasti lebih bugar, sehat, aktivitas lancar jaya dan bonusnya turun berat badan sebanyak 61 kg.•••Saya masih ada di range 99-100kg. Masih obesitas tapi tak mengapa, karena kemampuan aktivitas saya layaknya orang normal 😊••Kan tujuannya udah tercapai? Lalu gimana kak? Ya ga gimana2 😁 Semua yang dilakuin kan setidaknya harus di maintain / ditingkatkan. kalau saya sekarang lagi mencoba ningkatin sih dengan strenght training lebih fokus dan semoga dengan form yang lebih baik supaya latihannya bisa lebih efisien. Kalau latihan lebih baik, bisa makan lebih banyak. Ini jadi cita2 jangka panjang 😁 Tapi ga semudah itu yaaaa Rudolfoooo.... Perlu strategi dan cara latihan yang pas untuk mencapai situ...•••So ga salah kok kamu punya 1 tujuan. tapi inget ini perjalanan sepanjang hidup guys... 😊 Jadi kalau sudah sampai di 1 titik, bole banget lho titiknya digeser lagi ke tempat lain. Jadi perjalanan sehat kita terus selalu dinamis, ga membosankan & tanpa dirasa bisa dilakukan seumur hidup 🙏 Aamiin•••Pengalaman teman gimana? Diet masih sesaat? Ekstrem? Atau tipe kaya saya? Silahkan share yuk pengalamannya...
Nita berpesan kepada mereka yang mengalami hal serupa dengan dirinya, baik itu baru akan memulai perjalanan menurunkan berat badan atau sedang berada diperjalanan.
Pertama dan menjadi hal yang paling utama adalah memperbaiki pola pikir mengenai konsisten.
“Apa sih yang dimaksud sama konsisten? Konsisten itu bukan sesuatu yang kamu lakukan 7 hari dalam seminggu atau 365 hari dalam setahun. Tetapi, konsisten itu dibangun perlahan,” ujar Nita.
Sebaiknya, untuk mereka yang baru memulai angkat beban, lakukan dari yang paling ringan terlebih dahulu dan frekuensi kecil. Apabila mampu konsisten selama beberapa bulan, tambah bobot dan frekuensi secara perlahan. Begitu seterusnya hingga tubuh menemukan kenyamanan tersendiri dari olahraga angkat beban.
“Seminggu 2 kali dilakukan selama 6 bulan secara terus menerus, itu konsisten. Nah selanjutnya jika sudah mampu naik kelas, dalam seminggu lakukan lebih dari 2 hari dan lakukan lagi selama 6 bulan, tetap konsisten,” Nita menambahkan.
Yang terpenting dari konsisten itu tetap dilakukan terus menerus. Apabila satu atau dua hari bahkan seminggu merasa lelah dan butuh istirahat sejenak, tidak masalah untuk beristirahat terlebih dahulu. Jika konsisten sudah tertanam dalam pola pikir, maka setelah istirahat harus mulai angkat beban kembali.
Penulis: Rissa Sugiarti
Baca Juga
Advertisement