Liputan6.com, Jakarta PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) mendukung kebijakan pemerintah terkait larangan mudik lebaran pada periode angkutan Lebaran 2021.
Regulasi tersebut juga telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H/Tahun 2021 Dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Advertisement
Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi mengatakan, dalam mendukung kebijakan pelarangan mudik lebaran pada 6-17 Mei 2021, pihaknya mengimbau kepada pengguna jasa penyeberangan untuk menunda perjalanan dengan kapal ferry pada periode waktu tersebut. Terkecuali jika benar-benar dalam keadaan mendesak dan perlu.
"Prinsipnya kami akan mematuhi kebijakan pemerintah tersebut, demi tujuan bersama untuk menekan penyebaran Covid-19," ujar Ira dalam keterangan tertulis, Sabtu (10/4/2021).
Namun demikian, dia memastikan bahwa pelabuhan penyeberangan tetap beroperasi melayani logistik dan masyarakat yang dikecualikan.
"Karena sesuai arahan Presiden (Jokowi), pelayanan angkutan logistik harus tetap berjalan lancar untuk menjaga pasokan di daerah," sambung Ira.
Terkait dengan perintah untuk menghentikan penjualan tiket di sistem online ticketing Ferizy pada periode 6-17 Mei 2021, khususnya di empat pelabuhan utama Merak, Bakauheni, Ketapang, dan Gilimanuk, ASDP akan melakukan penyesuaian untuk menutup sementara penjualan tiket. Khususnya untuk penumpang pejalan kaki, dan kendaraan golongan I, II, II, IVA, VA dan VIA.
"Kami pastikan bagi konsumen yang telah membeli tiket via aplikasi pada periode tersebut, dapat melakukan refund sesuai ketentuan berlaku, yakni kategori penumpang pejalan kaki dan kendaraan penumpang," tutur Ira.
Dalam implementasi larangan mudik 2021 ini, pemerintah akan melakukan penyekatan di 333 titik pada akses utama keluar dan masuk, termasuk pada terminal angkutan penumpang, pelabuhan sungai, danau, dan penyeberangan.
"ASDP akan terus melakukan koordinasi untuk memastikan kelancaran pelaksanaan pelarangan mudik lebaran dan pengecualian-pengecualian yang telah diatur sehingga dapat berjalan dengan efektif di lapangan," kata Ira.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Soal Larangan Mudik Lebaran 2021, Indonesia Diminta Tiru Singapura
Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno menyarankan agar kata 'larangan mudik' diganti menjadi 'pengaturan dan pengendalian mudik'. Dengan demikian, dia mengusulkan untuk tidak menerapkan larangan mudik lebaran 2021.
"Frasa 'larangan' diganti dengan 'pengaturan dan pengendalian'. Muncul proyek penyekatan di 330 lokasi, tidak efektif kalo hanya beberapa titik yang 24 jam. Efektif 330 beroperasi 24 jam," kata Djoko kepada Liputan6.com, Jumat (9/4/2021).
Selain itu, Djoko menyarankan agar Pemerintah Indonesia belajar dari Singapura. Dimana Singapura tidak melarang masuk siapapun ke negaranya, melainkan diterapkan protokol kesehatan yang ketat.
Misalnya, pendatang diusulkan untuk karantina selama 14 hari dan jika hasil tes rapid ketahuan positif, maka mereka menyuruh orang tersebut agar masuk Rumah Sakit dengan biaya sendiri.
"Aturan ini membikin siapapun yang akan ke Singapura harus berkalkulasi dengan matang di masa pandemi ini," ujarnya..
Adapun di Indonesia sendiri dapat dilakukan dengan sistem zonasi, tanpa memandang masa mudik Lebaran atau tidak. Bahkan sistem itu bisa dilakukan selama masa pandemi covid-19 belum mereda pada liburan panjang.
"Satgas covid-19 sudah membagi menjadi zona merah, kuning, dan hijau. Mobilitas dari asal hingga tujuan diatur sesuai zona mulai dari awal hingga tujuan. Di zona tujuan ada kewajiban tes kesehatan dan karantina dengan membayar sendiri, tempat karantina dapat di hotel atau penginapan yang disediakan warga," jelasnya.
Demikian Djoko menegaskan, dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19 sudah ada SATGAS. Dia berpendapat, semestinya aturan-aturan terkait kekhawatiran penyebaran COVID-19 juga cukup dikeluarkan oleh SATGAS.
"Lha ini Menteri-menteri tertentu berkomentar dan berbeda-beda pula soal mudik lebaran. Para Menteri terkait dan para Kepala Daerah cukup memberi/menyampaikan masukan secara senyap (tertulis) kepada Ka SATGAS, kemudian diproses dan terbitlah aturan dari SATGAS. Mestinya begitu saja," pungkasnya.
Advertisement