Liputan6.com, Jakarta Lia Eden lahir di Surabaya pada 21 Agustus 1947. Semasa hidupnya sosok yang memiliki nama lengkap Lia Aminudin ini menjadi tokoh yang cukup jadi sorotan usai kemunculan Sekte Kerajaan Tuhan.
Baru-baru ini Lia Eden dikabarkan meninggal dunia pada, Jumat (9/4/2021). Ia mengembuskan napas terakhir di usia 73 tahun.
Baca Juga
Advertisement
"Lia Eden (Lia Aminudin) yang sejak 1995 meyakini terus menerima bimbingan malaikat Jibril telah meninggal Jumat lalu (9/4)," kata pegiat Sejuk, Tantowi Anwari saat dikonfirmasi, Minggu (11/4/2021).
Semasa hidupnya ia pun sempat dijebloskan ke penjara atas Pasal Penodaan Agama. Berikut 5 fakta Lia Eden pemimpin Sekte Kerajaan Tuhan yang Liputan6.com kutip dari berbagai sumber, Minggu (11/4/2021).
1. Kronologi kematian Lia Eden sampai kini belum jelas
Kabar meninggalnya pemimpin Sekte Kerajaan Tuhan yang sempat bikin heboh, Lia Eden meninggal dunia pada, Jumat 9 April 2021. Kabar meninggalnya ini diketahui melalui unggahan media sosial Facebook Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk).
"Selamat jalan, Lia Eden. Beristirahatlah dalam kemenangan yang mahadamai. Estafet perjuanganmu berlanjut senantiasa: urusan setiap warga dengan Tuhannya tidak bisa dibatasi dan dikurangi oleh negara, apalagi dipenjara," tulis akun tersebut seperti dikutip Liputan6.com, Minggu (11/4/2021).
Kronologi kematian atau sebab kematiannya pun sampai saat ini belum diketahui.
Advertisement
2. Pendiri Sekte Kerajaan Tuhan atau jemaat Salamullah
Lia Eden memiliki nama asli Syamsuriati, ia memiliki ibu bernama Zainab dan ayahnya bernama Abdul Ghaffar Gustaman yang merupakan seorang pedagang dan pengkhutbah Islam. Sebelum menghebohkan Indonesia dengan ajarannya, Lia Eden merupakan seorang ibu rumah tangga yang memiliki kesibukan merangkai bunga.
Berkat keahliannya ini ia sempat tampil di televisi nasional dalam acara merangkai bunga. Perubahan terjadi pada Lia Eden pada tahun 1974 di mana ia melihat sebuah bola bercahaya kuning berputar di udara dan lenyap di atas kepalanya saat ia berada di kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Peristiwa lainnya ialah saat ia salat pada malam 27 Oktober 1995 di mana ia merasakan kehadiran pemimpin rohaninya, Habib al-Huda. Pemimpinnya tersebut mengaku sebagai Malaikat Jibril yang membuatnya mengaku menerima bimbingan dari Malaikat Jibril terus menerus sejak 1997.
3. Menyebut dirinya sebagai Imam Mahdi dan dinyatakan sesat
Sempat menyebut dirinya sebagai Imam Mahdi pada tahun 1998. Selain itu ia juga menyebut dirinya sebagai reinkarnasi Bunda Maria dan mengatakan anaknya, Ahmad Mukti sebagai reinkarnasi Yesus Kristus.
Dalam ajarannya, ia memiliki banyak orang penganut mulai dari pakar budaya, cendekiawan, pelajar hingga artis. Kemudian semua pengikutnya dibaptis sebagai penganut ajaran Salamullah.
Beberapa ajaran Salamullah yang membuat heboh antara lain, salat dalam dua bahasa sah, mengonsumsi babi halal, dan mengadakan ritual penyucian.
Dalam perkembangan ajarannya, Majelis Ulama Indonesia pada Desember 1997 melarang perkumpulan Salamulla karena dianggap menyelewengkan kebenaran mengenai ajaran Islam.
Advertisement
4. Dijebloskan ke penjara selama dua kali
Beberapa nama muncul mewakili penganut Lia Eden, baik Sekte Kerajaan Tuhan, Salamullah, dan Kaum Eden. Lia Eden dalam perjalanan hidupnya sempat dipenjara pada 29 Juni 2006 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selama 2 tahun. Ia dianggap telah menodai agama, melakukan perbuatan tidak menyenangkan, dan menyebarkan kebencian.
Kemudian, ia dipenjara kemabli pada 2 Juni 2009 selama 2 tahun 6 bulan. Ia dinilai terbukti menista dan menodai agama. Vonis itu setelah polisi menyita ratusan brosur yang dinilai berisi penistaan agama.
Usai divonis penjara, ia sempat melontarkan kalimat yang cukup nyeleneh.
"Kalau saya dibebaskan, saya akan memohon kepada Tuhan supaya lumpur di Sidoarjo dan Gunung Merapi bisa reda. Jika saya tidak bisa membuktikan, biarlah saya dihukum mati." ungkapnya.
5. Sempat gelar ritual perang terhadap Nyi Roro Kidul
Pada Agustus 1999 silam, Lia Eden bersama puluhan pengikutnya sempat menggelar ritual perang terhadap Ratu Pantai Selatan Nyi Roro Kidul. Ritual ini dilakukan di bibir pantai Pelabuhan Ratu, Sukabumi.
Tujuannya dalam ritual tersebut ialah membasmi Nyi Roro Kidul sebagai tokoh mitologi Samudera Hindia yang dianggap simbol kemusyrikan.
"Allahu Akbar. Lepaskanlah hamba dari kutukan Roro Kidul," Lia Eden saat itu berteriak di hadapan 75 jemaah Salamulah, usai bersama menggelar salat selama 45 menit.
Advertisement