Liputan6.com, Padang - Masing-masing daerah memiliki tradisinya sendiri dalam menyambut Ramadan. Di Ranah Minang, salah satu kebiasaan masyarakat ketika bulan suci tiba adalah malamang.
Malamang dalam bahasa Minangkabau berarti membuat lemang. Tak seluruh daerah di Sumatera Barat punya tradisi malamang sebelum Ramadan, hanya beberapa kabupaten dan kota saja, seperti Padang Pariaman, Pariaman, Padang dan sejumlah daerah lain.
Banyak tetua bilang, tradisi malamang telah berlangsung sejak ratusan tahun silam dan diwarisi secara turun temurun sampai sekarang.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Tambo atau kisah yang meriwayatkan tentang asal usul dan kejadian masa lalu di Minangkabau, tradisi malamang bermula saat Syekh Burhanuddin rajin berkunjung ke rumah-rumah penduduk untuk bersilaturrahmi dan menyiarkan agama Islam.
Oleh warga, beliau sering disuguhi makanan. Namun, sepertinya Syekh Burhanuddin agak meragukan kehalalan makanan yang dihidangkan.
Ia pun menyarankan kepada setiap masyarakat yang dikunjunginya agar mencari bambu, lalu mengalasnya dengan daun pisang muda. Beras ketan putih dan santan lalu dimasukan ke dalamnya, kemudian dipanggang di atas tungku kayu bakar.
Syekh Burhanuddin menyarankan kepada setiap masyarakat agar menyajikan makanan lamang ini menjadi simbol makanan yang dihidangkan dalam silaturahim.
Salah seorang warga Kecamatan Pauh kota Padang, Rosmawati mengatakan lemang yang sudah dimasak tak hanya dimakan sendiri namun juga diantar ke rumah saudara atau pun mertua.
"Biasanya malamang dilakukan sepekan hingga sehari menjelang masuknya hari-hari besar dan bulan suci Ramadan," ujarnya, Minggu (11/4/2021).
Rosmawati menjelaskan proses membuat lemang hingga matang bisa memakan waktu sekitar lima jam, dengan api kecil dan bisa tiga jam dengan api yang besar, namun bambu akan cepat hitam.
Saat ini, lemang tak hanya rasa original yakni beras ketan dan santan saja, namun juga terdapat beberapa varian lain yakni rasa pisang, lamang galamai yang terbuat dari tepung beras.