BI Mau Terbitkan Rupiah Digital, Pengamat Ingatkan soal Risiko Hukum

Bank Indonesia (BI) harus hati-hati sebelum menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

oleh Athika Rahma diperbarui 12 Apr 2021, 13:41 WIB
Teller menunjukkan mata uang rupiah di penukaran uang di Jakarta, Rabu (10/7/2019). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup stagnan di perdagangan pasar spot hari ini di angka Rp 14.125. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) harus hati-hati sebelum menerbitkan mata uang digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC).

Senior Partner UMBRA Putu Raditya Nugraha mengatakan, BI harus hati-hati sebelum benar-benar menerbitkan CBDC dengan melihat kesiapan infrastruktur digital.

"Yang namanya uang harus sama, semua orang harus bisa memiliki uang. Tapi pertanyaannya apakah kita punya literasi dan alat untuk menggunakan CBDC ini?" ujar Putu dalam diskusi virtual, Senin (12/4/2021).

Indonesia sendiri, kata Putu, masih memiliki keterbatasan listrik dan sering terdampak bencana alam.

"Seperti kemarin ada gempa, ATM rusak, jadi yang punya tabungan, enggak bisa narik tabungan. Yang punya cash itu kan biasanya pekerja sektor informal, justru mereka punya uang ketika bencana," kata Putu.

Selain itu, belum seluruh masyarakat Indonesia memiliki gadget.

Oleh karenanya, infrakstruktur digital harus benar-benar siap sebelum penerbitan mata uang digital ini dilakukan.

Dari sektor hukum, Putu bilang KUH Perdata Indonesia belum memiliki konsep digital.

"Pembuktian saja kan masih pakai surat. Kalau enggak pakai surat dengan tanda tangan basah, enggak sah. Nah, kalau ditarik dengan CBDC, masih jauh," kata Putu.

Putu bilang, risiko hukum yang ada masih sangat lebar. Misalnya, mitigasi risiko saat kehilangan uang digital. Jika memang BI berencana menerbitkan CBDC, maka seharusnya infrastruktur digital dan hukum yang diperlukan sudah siap.

"Bagaimana kita membuktikan kalau uang yang hilang itu punya kita, ini yang sulit. Apakah BI bisa mengubah konsep hukum ini. Ini sektoral, bukan cuma BI tapi pemerintah," katanya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


BI Bakal Terbitkan Rupiah Digital, Apa Bedanya dengan Mata Uang Kripto?

Teller menghitung mata uang Rupiah di Jakarta, Kamis (16/7/2020). Bank Indonesia mencatat nilai tukar Rupiah tetap terkendali sesuai dengan fundamental. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) tengah menguji rencana penerbitan Central Bank Digital Currency (CBDC) untuk mendorong digitalisasi ekonomi. CBDC atau mata uang digital ini tidak sama dengan konsep mata uang kripto (cryptocurrency) yang selama ini kita kenal.

Hal ini dikarenakan CBDC diterbitkan dan dikelola langsung oleh pemerintah, dalam hal ini bank sentral.

"Uang kertas itu adalah tagihan atas bawah, di mana kita serahkan ke siapa saja, itu akan menjadi milik mereka. CBDC ini berarti mengubah konsep tagihan itu ke ranah digital, di KUH Perdata itu belum ada konsepnya," ujar Senior Partner UMBRA Putu Raditya Nugraha dalam diskusi virtual, Senin (12/4/2021).

Lanjut Putu, cryptocurrency di Indonesia dinilai sebagai komoditas karena hanya ada 1 mata uang di Indonesia, yaitu rupiah. CBDC adalah rupiah digital, sehingga posisinya tidak sama dengan mata uang kripto.

"Nilai cryptocurrency juga timbul akibat kepercayaan dari masyarakat terhadap nilai tersebut," jelas dia.

Demikian pula jika dibandingkan dengan emoney. Emoney ialah dompet digital yang dikelola oleh emoney operator dan harus diisi dengan saldo uang terlebih dahulu sebelum bisa digunakan.

"Sementara CBDC ini, ya, seluruh uang kita itu CBDC, digital, jadi itu seperti aset atau harta," ujar Putu.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya