Rumah Disegel TNI, Warga Asrama Dewan Revolusi Banda Aceh Mengadu ke Ombudsman

Setelah menetapkan status urgen untuk kasus ini karena militer menunjukkan tanda-tanda tidak akan mundur, warga mengadu ke Ombudsman.

oleh Rino Abonita diperbarui 13 Apr 2021, 22:00 WIB
Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Taqwaddin Husin (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Aksi penyegelan rumah penghuni Asrama Dewan Revolusi di Dusun Gurita, Desa Bandar Baru, Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, oleh Kodam IM, Jumat pagi (9/4/2021) menuju ke babak yang lebih serius. Barisan pendamping warga telah menetapkan status urgen untuk kasus ini karena militer menunjukkan tanda-tanda tidak akan mundur.

Senin sore (12/4/2021), lebih kurang sepuluh prajurit dikerahkan untuk memasang papan berisi peringatan di halaman rumah yang diberikan pemerintah kepada Tengku M. Daud Beureueh sebagai kompensasi perdamaian pada waktu itu. Isinya, 'Tanah ini milik TNI AD, Cq Kodam IM.'

[bacajuga:Baca Juga](4510041 4515205 4507643)

Sebelumnya, Kodam IM telah mencabut segel terhadap sembilan rumah termasuk tempat usaha di hunian tersebut pada Minggu (11/4/2021). Belum diketahui apa yang kemudian membuat mereka memutuskan untuk memasang patok di halaman rumah pimpinan Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) itu.

Perwakilan warga bersama kuasa hukum dari LBH Banda Aceh telah mengadu ke Komnas HAM Perwakilan Aceh agar klaim militer yang menyebut tanah tersebut aset mereka diperjelas bukan dengan cara-cara koersi. Pengaduan juga dilayangkan ke Ombudsman RI Perwakilan Aceh, Senin pagi (12/4/2021).

Ditemui Liputan6.com usai menerima laporan warga, kepala lembaga pengawas penyelenggara pelayanan publik itu, Taqwaddin Husin, berjanji akan segera bertemu dan berkoordinasi dengan para pihak, termasuk Kodam IM. Mengenai permintaan untuk mengingatkan Badan Pertanahan Negara (BPN) agar segera memproses tahap sertifikasi tanah berdasarkan sporadik, Taqwaddin mengatakan bahwa dirinya akan memastikan status kepemilikan tanah ke BPN.

"Oleh para penghuni dikatakan hibah dari Dewan Revolusi, status hibah itu, apakah hak pakai, apakah hak milik, kami, kan, belum tahu. Status tanah, pendaftaran tanah itu ada pada BPN, mereka ini mesti berpondasi kepada BPN, sedangkan di pihak TNI, yang merasa berhak atas tersebut, itu juga datanya ada di BPN," jawab Taqwaddin.

Mengenai laporan adanya kecenderungan yang berujung intimidasi dilakukan aparat selama penyegelan berlangsung, Taqwaddin berharap TNI AD menunjukkan sikap yang lebih arif dan bijaksana. Dia juga berharap para pihak yang terlibat agar menahan diri.

"Apalagi ini memasuki bulan puasa. Orang berpuasa harus sama-sama menahan diri," pungkasnya.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Keluarga Eks Darul Islam

Aksi penyegelan pada Jumat lalu menargetkan rumah warga yang lokasinya bertetangga dengan Asrama Pusat Perhubungan Angkatan Darat (Pushubad) TNI AD. Para penghuni rumah merupakan keluarga dan kerabat pejabat eks Darul Islam.

Setelah damai, pemerintah menghibahkan tanah plus rumah serta fasilitas kepada sejumlah eks pejabat Darul Islam termasuk Daud Beureueh, namun, Daud Beureuh menolak pemberian tersebut. Belakangan, mantan pejuang Darul Islam yang tinggal di situ juga dijadikan tentara organik.

Status hibah menjadikan tanah dan rumah itu berbeda dari asrama TNI AD. Penghuni dari generasi kedua pun selama ini membayar Pajak Bumi dan Bangunan serta fasilitas air PDAM atas nama pribadi, selain itu, mereka juga memiliki sporadik yang saat ini sedang dalam tahap pengajuan proses sertifikasi di BPN.

Sementara itu, klaim aset TNI AD dipandang rancu jika mengikuti riwayat keberadaan penghuni Asrama Dewan Revolusi yang puluhan tahun telah berdiri, sebelum sertifikat hak pakai yang diandal-andal Asisten Logistik Kodam IM, Reki Feriyanto muncul. Alas pengakuan bahwa tanah tersebut masuk ke dalam aset TNI AD berupa sertifikat hak pakai nomor 01.01.01.02.4.02004.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya