5 Pastor dan 2 Biarawati Diculik di Haiti, Pelaku Minta Uang Tebusan Rp 14 M

Lima orang pastor dan dua orang biarawati telah diculik di Haiti.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 13 Apr 2021, 08:04 WIB
Perawat Kementerian Kesehatan Masyarakat mengukur suhu penumpang yang datang dari Prancis di Bandara Internasional Toussaint Louverture, Haiti, Selasa (4/2/2020). Virus corona menyerang pada sistem pernapasan terlebih dahulu sebelum menyerang sistem dalam tubuh lainnya. (AP Photo/Dieu Nalio Chery)

Liputan6.com, Jakarta - Sebanyak lima orang pastor dan dua biarawati diculik pada Minggu 11 April di kepulauan Haiti. Insiden ini muncul sebagai yang terbaru dari serangkaian penculikan kejahatan dengan kekerasan di negara Karibia

Mereka dibawa ke komune Croix-des-Bouquets, yang terletak di timur laut ibu kota Port-au-Prince. Dua warga negara Prancis, satu pastor dan satu biarawati, termasuk di antara sandera penculikan yang dikonfirmasi Kementerian Luar Negeri Prancis, seperti dilaporkan Independent, Selasa (13/4/2021). 

Pastor Gilbert Peltrop yang merupakan sekretaris jenderal Asosiasi Konferensi Religius Haiti (CHR) mengatakan, "Bangsa ini harus berdiri untuk melawan para penjahat ini."

Kementerian Luar Negeri Prancis juga merilis pernyataan yang mengatakan, "Krisis dan pusat dukungan kementerian Eropa dan luar negeri sepenuhnya dimobilisasi serta kedutaan kami di Haiti, dalam kontak dekat dengan otoritas lokal."

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Minta Uang Tebusan

Ilustrasi Foto Penculikan Anak (iStockphoto)

Penculikan terbaru ini terjadi hanya dalam hitungan minggu sejak orang-orang bersenjata menculik seorang pendeta Haiti dan tiga orang lainnya. Penculikan ini terjadi selama ibadah yang disiarkan langsung di Facebook.

Kantor berita Haiti Juno7 melaporkan bahwa "penculikan tujuh pendeta dilakukan oleh geng" 400 Mawozo" yang terkenal kejam.

Ia menambahkan bahwa para penculik telah "menuntut uang tebusan sebesar $ 1 juta dolar (Rp 14,6 M).

Haiti diguncang oleh peningkatan kekerasan dalam beberapa tahun terakhir dengan pemerintah di sana mengumumkan keadaan darurat selama sebulan pada bulan Maret. Ini sebagai upaya untuk memulihkan otoritas negara di daerah yang dikuasai kelompok-kelompok tertentu, termasuk di ibu kota Port-au-Prince.

Menurut keputusan presiden: "Tindakan itu dimotivasi oleh tindakan geng bersenjata yang" menculik orang untuk tebusan, secara terbuka menyatakannya, mencuri dan menjarah properti publik dan pribadi, dan secara terbuka menghadapi pasukan keamanan publik."

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya