Liputan6.com, Jakarta - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) angkat bicara mengenai ada pandangan relaksasi laporan keuangan yang diberikan mempengaruhi tata kelola.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menuturkan, bursa sebagai salah satu regulator pasar modal mengambil kebijakan dengan memperhatikan berbagai aspek baik terkait dengan perlindungan investor. Selain itu juga memperhatikan kondisi yang dihadapi oleh perusahaan tercatat secara keseluruhan. Hal ini untuk mendukung pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-10 dan tetap mengedepankan transaksi yang teratur, wajar dan efisien.
Advertisement
Ia menambahkan, dengan ada pandemi dan keterbatasan aktivitas yang dapat dilakukan oleh perusahaan tercatat akan memberikan pengaruh pada penyusunan laporan keuangan.
"Kebijakan atas relaksasi batas waktu penyampaian laporan keuangan dan laporan tahunan kepada publik merupakan upaya regulator pasar modal untuk memahami kondisi yang terjadi sehingga laporan keuangan tetap dapat disajikan secara handal sesuai dengan standar akuntansi dan disclosure yang memadai,” ujar dia kepada wartawan, ditulis Selasa (13/4/2021).
Ia menambahkan, kebijakan serupa tidak hanya diberlakukan di Indonesia, juga diberlakukan secara luas oleh regulator pasar modal di dunia antara lain Malaysia, Jepang, Singapura, dan Filipina.
"Bahkan negara-negara lain yang dapat dikategorikan sebagai negara maju seperti Jepang, UK, Korea Selatan, USA dan Kanada juga memberlakukan kebijakan seripa. Komparasi dengan bursa-bursa lain menjadi penting karena kita menjadi bagian yang tidak terpisah dari perekonomian global dan pandemi ini terjadi di seluruh dunia," tutur dia.
Ia menuturkan, meski pun regulator pasar modal menerapkan kebijakan relaksasi penyampaian laporan keuangan dan laporan tahunan, keterbukaan informasi insidentil, peristiwa material dan penting untuk diketahui publik tersedia bagi investor untuk mengambil tindakan investasinya.
"Perusahaan tercatat wajib comply terkait ketentuan penyampaian keterbukaan informasi antara lain POJK Nomor 31/2015 tentang keterbukaan informasi atau fakta material oleh emiten atau perusahaan publik dan peraturan bursa Nomor I-E tentang kewajiban penyampaian informasi," kata dia.
Nyoman menuturkan, dengan ada ketentuan itu, perusahaan tercatat tetap diwajibkan untuk menyampaikan keterbukaan informasi atas informasi atau fakta material kepada publik sesegera mungkin setelah tanggal kejadian sehingga publik tetap akan memperoleh informasi atau kondisi terkini dari perusahaan tercatat.
Selain hal tersebut, BEI mewajibkan perusahaan tercatat untuk menyampaikan kepada publik secara berkala keterbukaan informasi mengenai dampak pandemi COVID-19 terhadap masing-masing perusahaan tercatat. Hal ini untuk memberikan informasi mengenai kondisi terkini perseroan.
"Jadi tidak tepat apabila ada yang menyatakan relaksasi laporan keuangan mengakibatkan investor tidak mendapatkan informasi penting lain yang relevan untuk pengambilan keputusan investasi,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Mantan Dirut BEJ Hasan Zein Soroti Relaksasi Laporan Keuangan
Sebelumnya, Direktur Utama Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode 1991-1996 Hasan Zein Mahmud memberikan catatan mengenai relaksasi laporan keuangan emiten. Hal ini seiring hingga minggu kedua April masih banyak perusahaan publik yang belum menyampaikan laporan tahunan 2020. Padahal batas waktunya-semua perusahaan tercatat, tahun bukunya adalah tahun kalender pada 31 Maret 2021.
Ia memberikan dua catatan. Pertama, seharusnya dispensasi dan kelonggaran yang diberikan terkait dengan aktivitas bisnis perusahaan. Bukan tata kelola. Bantuan restrukturisasi modal, bantuan pemasaran, bantuan memperoleh bahan mentah, bantuan melancarkan rantai pasok, hingga keringan pajak. Tapi bukan kelonggaran menyangkut kualitas tata kelola.
“Bukan kompromi terhadap kualitas transparansi. Bukan kelonggaran pada ruang integritas dan rule of conducts. Bukan pemberian ruang pada hanky panky,” tulis dia.
Kedua, ia menilai, apapun alasannya, keterlambatan menyampaikan laporan yang diperlukan publik untuk mengambil keputusan merupakan indikator tata kelola yang buruk.
“Pasar keuangan tegak pada pondasi kepercayaan. Kepercayaan tegak pada pondasi kejujuran. Informasi harus cukup, terpercaya dan tepat waktu. Info yang terlambat, bisa berakibat fatal,” ujar dia.
Ia memberikan contoh, seperti info tentang jembatan rel kereta yang putus terlambat sampai kepada masinis kereta yang sedang melaju. Keterlambatan info tentang kanker yang sudah masuk stadium tingkat gawat. Keterlambatan menyampaikan informasi ke masyarakat tentang pandemi COVID-19 yang terlanjur menyebar luas.
“Keterlambatan informasi publik tentang kondisi riil Jiwasyara, Asabri dan manajer investasi yang mengelola dana masyarakat secara serampangan. Keterlambatan pemadam kebakaran setelah api menghanguskan segalanya,” ujar dia.
Hasan menuturkan, laporan keuangan tahunan tentu hanya setahun sekali. Memuat informasi keuangan emiten pada suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan. Laporan tersebut ia menilai, periodenya sudah pasti demikian juga tanggal pelaporan.
“Hanya ada dua alasan laporan semacam itu tertunda. Pertama, abai sehingga informasi yang dibutuhkan tidak tersedia pada saatnya. Kedua butuh waktu untuk menyembunyikan atau memoles sesuatu,” kata dia.
Advertisement