Liputan6.com, Samarinda - Tiga hari jelang Ramadan, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Profesor Din Syamsuddin hadir ke Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Pria dengan ciri khas rambut putih ini menghadiri deklarasi Interfaith for Rainforest Initiative (IRI) Indonesia Chapter Kaltim.
IRI Indonesia adalah forum Prakarsa Lintas Agama untuk Hutan Tropis Indonesia. Selain Kaltim, ada tiga daerah lainnya yang menjadi fokus forum ini yakni Papua, Papua Barat, dan Riau.
“Kami menilai 4 provinsi ini adalah provinsi dengan hutan yang terluas dan terbanyak. Dan sekaligus juga terdapat masalah kehutanan, khususnya kerusakan dan kebakaran hutan,” kata Din Syamsuddin kepada wartawan usai kegiatan deklarasi di Ruang Ruhui Rahayu, Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada, Samarinda pada Jumat (9/4/2021).
Baca Juga
Advertisement
Din Syamsuddin sendiri menjabat sebagai Ketua Dewan Penasihat IRI Indonesia. Sedangkan Direktur Program dipegang oleh Dr Hanafi Guciano.
Provinsi di Kaltim dipilih karena dianggap bagian dari paru-paru dunia. Potensi kerusakan akibat industrialisasi terus terjadi sehingga perlu upaya bersama mencegahnya.
“Kaltim dan Pulau Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia yang harus diakui selama berpuluh tahun. Sejak zaman dulu telah terjadi kerusakan yang cukup serius. Oleh karena itu kita mendukung langkah-langkah pemerintah untuk penghutanan kembali,” papar Din.
IRI sendiri merupakan forum yang diisi oleh tokoh lintas agama yang peduli terhadap penyelamatan hutan. Tokoh tersebut diantaranya berasal dari organisasi keagamaan seperti MUI, Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, PGI, Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Keuskupan Agung Samarinda, Tokoh Agama Hindu dan Budha.
Momentum Ramadan tahun ini juga dianggap tepat memulai kampanye penyelamatan hutan dan mencegah krisis lingkungan di kalangan Umat Islam. Krisis lingkungan berakibat fatal yang bisa menyebabkan bencana alam.
Bencana-bencana tersebut bisa jadi bahan renungan selama Ramadan agar manusia tersadar untuk menjaga lingkungannya masing-masing.
Simak juga video pilihan berikut
Agama Sebagai Pemecah Masalah
Penyelamatan hutan melalui pendekatan agama dianggap langkah jitu mengingat masyarakat Indonesia lebih agamis dan relijius. Kerjasama antar umat beragama dalam rangka mengkampanyekan penyelamatan hutan berdasarkan ajaran masing-masing merupakan langkah strategis demi masa depan hutan Indonesia.
“Dunia mengakui agama-agama punya peran strategis. Maka dalam menanggulangi masalah lingkungan hidup bahkan menjadi krisis lingkungan, yang dipandang sebagai krisis moral. Jadi krisis lingkungan hidup termasuk kerusakan hutan, itu sejatinya krisis moral,” kata Din.
Krisis moral ini kemudian bisa diperbaiki melalui pendekatan keagaamaan. Hutan dan habitat di dalamnya adalah makhluk tuhan yang juga harus dimuliakan.
Untuk itu manusia harus memandang hutan sebagai subyek, bukan sebagai obyek semata. Untuk itulah, agama ini dipandang sebagai pendekatan yang efektif sekarang ini di tingkat global.
Indonesia, kata Din, sebagai bangsa yang beragama dengan banyak masyakarat adat, maka agama harus ditampilkan sebagai problem solver.
Sementara itu, Hanafi Guciano menyebut pelibatan agama dalam upaya penyelamatan hutan sebagai upaya umat beragama dalam konteks ajaran agama masing-masing untuk menjaga hutan. Setiap pemuka agama akan diminta untuk berdakwah ke umatnya agar mencegah krisis lingkungan.
“Kita akan bekerja sama dengan ormas-ormas dan akademisi di kaltim. Berdialog dengan sektor swasta dan memberdayakan tokoh tokoh agama mulai menyosialisasikan konsep-konsep lingkungan hidup di dalam ajaran agama masing-masing,” katanya.
Advertisement
Apresiasi Pemerintah
Din Syamsuddin mengapresiasi kinerja pemerintah dalam menangani persoalan hutan. Dia pun tak ragu menghargai upaya pemerintah dari pusat hingga ke daerah dalam mencegah deforestasi.
“Saya mengetahui betul KLHK, termasuk Gubernur Kaltim sebagai sahabat saya, saya mengetahui bahwa pemerintah sekarang lebih menyadari betapa pentingnya penyelamatan hutan indonesia,” kata Din.
Upaya Pemerintah Indonesia, katanya, perlu didukung karena sudah berjalan pada jalur yang benar. Program-program kehutanan sudah dijalankan dengan baik sehingga pantas untuk mendapatkan apresiasi.
“Insyaallah IRI Indonesia berpikir untuk mengajukan ke DPR terkait UU Perlindungan Hutan yang lebih spesifik. Hanya dengan cara demikian lah kita bisa bersama-sama (menyelamatkan hutan),” papar Din.
IRI Indonesia, sambungnya, merupakan gerakan masyarakat tapi berkolaborasi dengan semua pihak. Mulai dari pemerintah, dunia usaha, dan tentu masyarakat luas.
“Kita menjalin kerja sama kolaborasi kebangsaan yang serius,” ujar Din,
Di IRI Indonesia, paparnya, terdapat organisasi-organisasi keagamaan serta ditambah masyarakat adat. IRI Indonesia chapter Kaltim sejatinya adalah gerakan dari ormas-ormas.
Gerakan IRI Indonesia menekankan pedekatan edukasi mengingat ormas-ormas keagamaan ini punya lembaga-lembaga pendidikan yang banyak. Mereka juga akan mendampingi dan mengadvokasi warga yang terdampak masalaha lingkungan.
“Oleh karena itu sudah disiapkan buku pandangan agama-agama untuk disebarluaskan. Kita berharap, dakwah, ceramah keagamaan itu sekarang sudah mulai banyak mengangkat masalah-masalah hutan ini,” pungkasnya.