Liputan6.com, Jakarta - Dewan Komisioner Bidang Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Tirta Segara, menghimbau masyarakat untuk berhati-hati dalam memilih perusahaan fintech dan investasi. Hal ini agar masyarakat tidak terjerat utang dan investasi di layanan ilegal atau tidak memiliki izin resmi.
"Kami ingin masyarakat memperhatikan untuk memilih perusahaan investasi atau fintech ini. Secara umum, kegiatan investasi ilegal memiliki ciri-ciri yang hampir sama," ungkap Tirta dalam webinar Melindungi Masyarakat dari Jeratan Fintech & Investasi Ilegal pada Selasa (13/4/2021).
Advertisement
Menurut Tirta, investasi ilegal selalu menjanjikan keuntungan besar yang tidak wajar dalam waktu singkat. Selain itu juga biasanya menjanjikan bonus dari perekrutan anggota baru atau "member get member".
Ciri lain, layanan investasi ilegal biasanya memanfaatkan tokoh masyarakat untuk menarik minat investasi. Padahal, keterlibatan tokoh masyarakat tersebut belum tentu benar.
"Kadang-kadang tokoh masyarakat itu tidak tahu kalau foto mereka digunakan dan dikomersialkan. Jadi masyarakat harus hati-hati," tutur Tirta.
Selain itu, layanan investasi ilegal juga selalu menjanjikan aset aman dan buyback tanpa biaya, mudah dan fleksibel. Bahkan, juga ada yang menjanjikan klaim investasi tanpa risiko. Padahal, kata Tirta, tidak ada satupun investasi yang tanpa risiko.
Fintech ilegal juga biasanya menjanjikan pinjaman cepat, mudah, dan murah tanpa syarat. Di sisi lain, legalitas perusahaan tersebut tidak jelas.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Waspada, Ditemukan 51 Fintech dan 17 Pergadaian Ilegal selama Februari 2021
Sepanjang Februari 2021, Satgas Waspada Investasi (SWI) menemukan 51 kegiatan fintech peer to peer lending ilegal. SWI menilai kegiatan usaha tersebut berpotensi meresahkan masyarakat karena sering melakukan ancaman ketika debitur menunggak pinjaman.
"Satgas pada Februari kemarin juga berhasil menemukan 51 kegiatan fintech peer to peer lending ilegal yang berpotensi meresahkan masyarakat karena sering melakukan ancaman serta intimidasi jika menunggak pinjaman," kata Ketua SWI, Tongam L. Tobing, dalam siaran persnya, Jakarta, Senin (1/3/2021)
Setidaknya sejak tahun 2018 sampai dengan Februari 2021, Satgas sudah menutup sebanyak 3.107 Fintech Lending Ilegal.Tongam mengatakan pihaknya terus berupaya memberantas kegiatan fintech peer to peer lending ilegal.
Caranya dengan mengajukan blokir website dan aplikasi secara rutin kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika. Termasuk menyampaikan laporan informasi kepada Bareskrim Polri untuk proses penegakan hukum.
Selain itu, SWI juga menemukan 17 usaha pergadaian swasta ilegal. Mereka menjalankan usahanya tanpa izin dari OJK sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 31/POJK.05/2016 tentang Usaha Pergadaian (POJK).
Dalam ketentuan POJK tersebut seluruh kegiatan usaha pergadaian swasta diwajibkan untuk mendaftarkan diri kepada Otoritas Jasa Keuangan dalam tenggat batas waktu 2 tahun sejak POJK tersebut terbit yaitu batas akhir Juli tahun 2019.
Sebelumnya pada tahun 2020, SWI telah mengumumkan 75 entitas gadai ilegal. Sehingga total sejak tahun 2019 sampai dengan Februari 2021 menjadi 160 entitas gadai ilegal. Jumlahnya pun diperkirakan akan bertambah karena adanya pengaduan dari masyarakat.
"Tidak menutup kemungkinan akan banyak lagi entitas gadai ilegal yang akan ditemukan oleh Satgas Waspada Investasi melalui pengaduan masyarakat," kata dia
Untuk itu, SWI meminta kepada masyarakat untuk tidak bertransaksi dengan usaha gadai swasta yang ilegal. Jika ingin melakukan transaksi dengan kegiatan usaha gadai agar dapat menggunakan usaha gadai yang terdaftar di OJK.
Advertisement