Simontok, Andalan Kementan Pantau Harga Bahan Pokok saat Ramadan

Kementan terus melakukan penjagaan stabilitas harga bahan pokok menjelang datangnya Ramadan dan hari raya lebaran 2021

oleh Liputan6.com diperbarui 13 Apr 2021, 13:40 WIB
Warga membeli kebutuhan sembako di Pasar Kebayoran, Jakarta, Senin (21/12/2020). Kenaikan permintaan bahan pokok berpotensi kembali terjadi pada akhir tahun seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru 2021. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pertanian (Kementan) terus melakukan penjagaan stabilitas harga bahan pokok menjelang datangnya Ramadan dan hari raya lebaran 2021. Penjagaan ini dilakukan supaya masyarakat tetap khusyuk menjalankan ibadah suci Ramadan tanpa adanya gangguan mengenai gejolak harga.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Agung Hendriadi mengatakan, bahwa pemerintah sudah melakukan penjagaan tersebut sejak beberapa bulan sebelumnya. Diantaranya melakukan monitoring pada setiap daerah defisit dengan menggunakan Sistem Monitoring Stok (SIMONTOK).

"Bahkan peta Simontok ini mampu memantau kondisi harga dan kebutuhan bahan pokok di daerah terpencil. Dengan begitu, kami bisa melakukan intervensi dari daerah surplus ke daerah defisit. Bahkan Simontok ini bisa menjamin pasokan dan distribusi," ujar dia, Selasa (12/4/2021).

Agung mengatakan, pemantauan sistem intervensi ini dilakukan secara rutin, yakni seminggu sekali. Dari sana, Kementan melalui Badan Ketahanan Pangan terus mengumpulkan informasi dan laporan dari semua Kepala Dinas Pertanian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.

"Tantangan sekarang itu mau tidak mau harus melakukan intervensi, dimana yang surplus harus menyuplai yang defisit. Lalu kita buka juga operasi pasar online seperti Pastani yang bekerja sama dengan berbagai start-up untuk membuka market place online. Selanjutnya kita kontrol secara rutin agar tidak ada gejolak," katanya.

Agung menambahkan, Kementan juga sudah melakukan pembinaan terhadap ribuan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) agar menyediakan produk paska panen. Ini dilakukan supaya masyarakat terbiasa dengan makanan olahan sehingga tidak ada makanan sisa yang terbuang percuma.

"Sekarang kan posisinya konsumsi pengolahan produk olahan itu 30 persen, sedangkan sisanya, yakni 70 persen adalah produk fresh. Saya kira ini terbalik dengan negara maju di Eropa atau Amerika. Karena itu kita kembangkan UMKM agar melakukan pengolahan, sehingga tidak ada makanan yang terbuang," terangnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Disetujui Pengusaha

Ilustrasi Bahan Pokok. fto:Istimewa (Arfandi Ibrahim/Liputan6.com)

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI), Adhi S Lukman mengaku setuju dengan konsep online dan pembinaan UMKM yang dilakukan Kementan. Menurut dia, langkah tersebut merupakan langkah tepat dalam menekan angka impor melalui konsumsi makanan yang tidak terbuang secara percuma.

"Oleh sebab itu petani kita harus belajar proses paska panennya, supaya makanan kita itu bertahan lebih lama. Di sisi lain menurut saya konsumen juga harus dididik bahwa pola konsumsi yang baik itu adalah dengan tidak membuang makanan. Misalnya cabai tidak segar itu kan bisa diolah jadi sambal kering," ujarnya.

Sementara itu, Adhi mengapresiasi kebijakan BKP Kementan terhadap lapangan pasar melalui online. Kata dia, saat ini pasar online terus bergairah dan mengalami pertumbuhan yang signifikan.

"Mau tidak mau, pasar online menjadi tren baru. Ke depan saya yakin dengan semakin baiknya infrastruktur internet pasar online ini menjadi bergairah. hanya saja basisnya masih rendah, tapi pertumbuhannya cukup tinggi dan terus meningkat. Saya lihat makin ke sini makin baik," tutupnya.

Reporter: SulaemanMerdeka.com

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya