Tak Hanya Ancam Nelayan, PP 27/2021 juga Dinilai Hilangkan Sumber Daya Ikan

PP 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, kontradiktif dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan sektor perikanan.

oleh Tira Santia diperbarui 13 Apr 2021, 18:45 WIB
Nelayan menurunkan ikan hasil tangkapan laut di Muara Baru, Jakarta, Kamis (29/3). Untuk mendorong ekspor komoditas perikanan KKP akan memberikan bantuan alat penangkapan ikan yang ramah lingkungan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ahli ekonomi Kelautan Suhana menilai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, kontradiktif dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals di sektor perikanan.

“Saya kira Pemerintah dalam hal ini sudah banyak berperan dalam mengeluarkan regulasi terkait konservasi laut, baik Pemerintah pusat maupun Pemerintah daerah. Akan tetapi kontraproduktif dengan apa yang terjadi sekarang adanya UU Cipta Kerja ini,” kata Suhana, Selasa (13/4/2021).

Menurutnya, dalam PP 27 tahun 2021 itu disebutkan dengan jelas bahwa aturam tersebut ditujukan untuk memenuhi kepentingan investasi pelaku usaha. Sehingga kawasan konservasi pun atau kawasan zona inti pun bisa direbut atau dikenal dengan istilah “Perebutan wilayah konservasi,”.

“Nah ini ini jelas-jelas akan tidak hanya mengancam nelayan ketersediaan ikan yang ada di wilayah situ juga ada terkait dengan ikannya itu sendiri. Padahal inti dari usaha perikanan itu kan ikan, bagaimana kita mengelola ikan bagaimana kita menjaga ikan itu adalah bagaimana kita bisa melestarikan usaha perikanan sendiri,” ujarnya.

Apabila tidak ada ikan di wilayah-wilayah yang dikonservasi, maka keberlanjutan usaha perikanan akan tidak akan terjadi.  Meskipun Pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2021 dinilai memberikan akses terhadap industri eksploitatif untuk mengkonversi zona inti dari wilayah konservasi sebagai upaya percepatan proyek strategis Nasional.

Namun hal ini dipandang bertentangan bagi nelayan dan tentunya sumber ikan yang tersedia di wilayah konservasi laut. Bahkan, menurut Suhana sekarang saja sudah banyak tindakan illegal pengambilan ikan di laut.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Kelestarian Sumber Daya

Lobster segar hasil tangkapan nelayan pantai selatan Garut, Jawa Barat, tengah melimpah saat imlek tahun ini (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Apalagi sekarang dilegalkan dengan istilah proyek strategis nasional itu kawasan inti bisa berubah menjadi tidak inti lagi. Selain mengancam pada kelestarian sumberdaya juga mengancam kelestarian usaha.

“Nah itu sangat luar biasa kalau misalnya zona inti apa boleh direbut dengan seperti yang ada dalam PP 27 ini dengan modus proyek strategis nasional. Saya kira dengan pelepasan zona inti pun bertentangan dengan cita-cita pemerintah untuk mewujudkan SDG’s di sektor perikanan,” ungkapnya.

Dengan demikian Pemerintah seolah-olah menggampangkan, jika nantinya sudah terjadi over eksploitasi ikan maka Pemerintah akan melakukan impor ikan dari negara lain. Seharusnya, jika Pemerintah memang ingin mewujudkan perikanan yang berkelanjutan maka buatlah regulasi yang berdampak baik untuk semua pihak.

“Ingin usaha perikanan berkelanjutan akan tetapi ikannya ini direcoki, bagaimana menjaga sumber daya ikannya ini tidak tidak dilakukan, selama ini malah kontraproduktif.  Jadi seolah-olah nanti ikan sudah over eksploitasi maka pabrik ikan butuh bahan baku salah satunya tidak ada lagi selain impor seperti itu,” pungkasnya.   

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya