Liputan6.com, Flores Timur - Warga Korban banjir bandang di pulau Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), kesulitan mendapatkan minyak tanah. Pascabanjir, minyak tanah langka, kalau pun ada harganya melambung tinggi, naik dua kali lipat, dari Rp5 ribu per liter menjadi Rp10 ribu.
Yus, seorang ibu warga Desa Waiburak Kecamatan Adonara Barat kepada Liputan6.com, Senin (12/4/2021) mengaku merasakan dampak kelangkaan minyak tanah di desanya. Bahkan dirinya harus pergi mencari minyak tanah ke Desa Waiwerang, itu pun belum tentu ada.
Baca Juga
Advertisement
"Saat ini kita membeli minyak tanah per satu jerigen 5 liter kami harus merogoh kocek sebesar 50 ribu rupiah dari harga sebelumnya hanya 25 ribu rupiah per jirigen," ungkapnya. Yus mengatakan, jalan putus akibat banjir membuat mobil pasokan minyak tanah tak bisa masuk ke desanya.
Simak Juga Video Pilihan Berikut:
Mengharap Bantuan Pemerintah
Hal yang sama juga dirasakan Anisah, warga Desa Waiburak, Kecamatan Adonara Timur. Dirinya mengaku kesulitan memperoleh minyak tanah di Pasar Waiwerang untuk keperluan memasak di rumah.
Anisah mengatakan, meskipun di desanya ada posko dan dapur umum untuk pengungsi, namun dirinya bersama warga lainnya yang tidak terlalu terdampak bencana banjir bandang memilih memasak di rumah.
"Rumah saya pun tidak terkena bencana sehingga masih bisa ditempati," ujarnya.
Namun, Anisah mengaku kesulitan memperoleh minyak tanah di pasar Waiwerang, dan meskipun tersedia harga jualnya selangit hingga mencapai Rp10 ribu per liternya.
Dia berharap, pemerintah bisa mengatasi permasalahan kelangkaan minyak tanah dan melonjaknya harga jual, apalagi warga sedang mengalami musibah banjir bandang.
"Pemerintah harus segera mengatasi permasalahan kelangkaan minyak tanah. Kasihan kami sedang dilanda bencana, sehingga belum bisa bekerja mencari uang," ucapnya.
Pantauan Liputan6.com di lokasi, warga Desa Waiburak maupun Kelurahan Waiwerang berbondong-bondong harus mendatangi Pasar Waiwerang dengan menenteng jerigen ukuran 5 liter.
Beberapa warga terlihat kecewa, karena minyak tanah tidak tersedia sehingga harus pulang dengan tangan hampa dan memilih makan di dapur umum posko penampungan pengungsi di Desa Waiburak, dan beberapa lokasi lain di Kelurahan Waiwerang Kota.
Advertisement