Sri Mulyani Sebut Industri Halal Jadi Backbone Ekonomi di Tengah Pandemi

Pemerintah sangat berkomitmen mendukung, memfasilitasi, dan memperkuat ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, termasuk industri halal.

oleh Liputan6.com diperbarui 14 Apr 2021, 10:45 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers APBN KiTa Edisi Feb 2019 di Jakarta, Rabu (20/2). Kemenkeu mencatat defisit APBN pada Januari 2019 mencapai Rp45,8 triliun atau 0,28 persen dari PDB. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pemerintah sangat berkomitmen mendukung, memfasilitasi, dan memperkuat ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia, termasuk industri halal.

Hal ini sesuai dengan masterplan ekonomi dan keuangan syariah 2019-2024, yaitu mewujudkan Indonesia yang mandiri, makmur, dan madani dengan menjadi pusat ekonomi syariah terkemuka di dunia.

Pemerintah juga menyusun strategi agar pertumbuhan ekonomi dan keuangan syariah mendukung pertumbuhan dan pemulihan ekonomi nasional.

Industri halal menjadi salah satu bentuk yang sangat penting dalam pandemi COVID-19. Ini karena industri halal terutama makanan dan minuman, farmasi, dan kosmetik merupakan backbone yang masih memiliki kegiatan cukup tinggi dalam kondisi Covid,” ungkap Sri Mulyani pada Economic Challenges Spesial Ramadhan Metro TV, ditulis Rabu (14/4).

Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan jika pengembangan infrastruktur dan klaster industri halal merupakan kontributor penting peningkatan industri halal.

Saat ini Pemerintah telah membuka dua daerah industri halal yang menjadi piloting yaitu Modern Cikande Industrial Estate di Serang dan Safe n Lock Halal Industrial Park di Sidoarjo.

Dua daerah industri tersebut akan menghasilkan barang-barang halal tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri melainkan juga ekspor.

“Permintaan ekspor barang-barang halal seperti makanan dan minuman itu sangat besar. Oleh karena itu kita perlu untuk mendukung langkah-langkah pembangunan industri dengan sistem jaminan produk halal yang baik, juga tata kelola dari ekspor produk halal,” jelas Menkeu.

Selain industri halal, Pemerintah juga memberikan dukungan ekonomi dan keuangan syariah melalui bantuan penempatan dana pada bank syariah serta berbagai instrumen fiskal lainnya. Dengan ekonomi dan keuangan syariah yang terus bertumbuh di tengah pandemi, dapat memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Sri Mulyani Minta Bank Dunia dan IMF Bantu Permudah Akses Vaksin

Menteri Keuanga Sri Mulyani Indrawati (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menyebut, masih terdapat tantangan yaitu ketidakseimbangan pemulihan global. Sejumlah negara diproyeksikan akan dapat tumbuh positif di tahun 2021, sementara negara-negara yang terpukul lebih keras memiliki proyeksi pertumbuhan yang jauh lebih rendah.

Untuk menghadapi kondisi tersebut, dirinya mendorong agar Bank Dunia dan IMF sesuai dengan mandatnya senantiasa bekerjasama dengan berbagai partner yaitu lembaga internasional dan sektor swasta serta seluruh negara di dunia untuk meningkatkan akses terhadap vaksin, mengelola beban pembiayaan, dan menerapkan strategi pemulihan pertumbuhan ekonomi.

"Kita memasuki tahun ke-2 pandemi Covid-19. Dengan telah berjalannya program vaksinasi dan dukungan kebijakan, prospek ekonomi global semakin membaik," kata Sri Mulyani dalam Pertemuan Musim Semi Dana Moneter Internasional-Kelompok Bank Dunia Tahun 2021, Rabu (14/4/2021).

Sri Mulyani yang juga sebagai Governer Bank Dunia dan Alternate Governor IMF untuk Indonesia itu ingin, agar prospek ekonomi global yang positif saat ini dijadikan sebagai momentum untuk mendorong pemulihan ekonomi global yang menyeluruh dan berkelanjutan agar mampu mendorong penciptaan lapangan kerja dan peningkatan kesejahteraan.

Dalam hal ini, dirinya menyampaikan perhatian utama pemerintah Indonesia adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia. Perhatian ini perlu ditunjukkan dalam bentuk investasi yang terkoordinasi dalam sistem pemberian layanan publik dalam rangka membangun, melindungi, dan mengoptimalkan sumber daya manusia.

Selain itu, dirinya juga menyatakan bahwa keuangan publik memainkan peran penting dalam investasi pada sumber daya manusia tersebut. Prioritas keuangan publik meliputi program vaksinasi, peningkatan layanan kesehatan yang inklusif dan tangguh dengan memanfaatkan teknologi, pembelajaran dan keterampilan untuk semua -khususnya bagi kaum muda dan perempuan, serta perlindungan sosial. Prioritas tersebut selain mendukung pemulihan juga memfasilitasi transformasi ekonomi.

Topik penting lain yang didiskusikan adalah pemulihan ekonomi melalui transisi ekonomi hijau. Transisi ini membutuhkan biaya yang sangat besar, sementara itu pembiayaan publik di banyak negara, saat ini diarahkan untuk penanganan pandemi.

Dalam agenda IMF Fiscal Forum dengan tema Climate Change and the Urgency of a Green Recovery, Sri Mulyani menyerukan realisasi kewajiban dukungan internasional kepada negara-negara berkembang sebesar USD 100 miliar per tahun sebagaimana dimandatkan dalam UNFCCC dan Perjanjian Paris.


Sumber Pembiayaan Inovatif

Menteri Keuangan Sri Mulyani saat rapat konsultasi dengan DPR di Ruang Pansus B, Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (16/12). Rapat membahas program Omnibus Law dan RUU Prolegnas Prioritas tahun 2020 terkait keuangan dan perkembangan makro fiskal dan keuangan negara. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Negara-negara berkembang juga didorong untuk mengembangkan sumber pembiayaan inovatif. Dalam menunjang inovasi ini, perlu dibangun mekanisme pasar dan harga global yang dapat merefleksikan nilai emisi karbon secara nyata. Dengan demikian, produk inovasi keuangan negara-negara berkembang, seperti Obligasi Hijau Konvensional atau Syariah (Green Bond atau Green Sukuk) mendapatkan apresiasi dalam bentuk nilai harga yang tepat.

Dalam hal ini, Pemerintah Indonesia telah memobilisasi berbagai instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung aksi iklim, antara lain penerbitan Green Sukuk sejak tahun 2018 untuk mendanai aksi perubahan iklim dan mendukung target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Di samping itu, pemerintah juga membentuk Badan Layanan Umum Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk memobilisasi dan mengelola sumber daya keuangan lingkungan serta memfasilitasi pengembangan perdagangan dan pasar karbon (carbon pricing).

Pemerintah saat ini sedang menyiapkan regulasi tentang carbon pricing yang akan menjadi panduan dalam menyusun kebijakan domestik dan kerangka kelembagaan untuk penetapan harga karbon.

Di sisi lain, transisi ekonomi hijau juga akan memiliki implikasi penting atas kondisi stabilitas dan inklusi keuangan. Dalam hal ini, pada acara Toronto Centre Executive Panel dengan tema Transitioning to Green Economy, Menkeu menyampaikan perlunya mengarusutamakan instrumen pembiayaan hijau dalam sistem keuangan.

Selain itu, lembaga keuangan perlu menerapkan manajemen risiko yang kuat, didukung informasi yang komprehensif untuk menilai risiko terkait iklim. Untuk mendukung langkah-langkah tersebut diperlukan kolaborasi yang kuat antar para regulator, termasuk Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Keuangan.

 

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya