Liputan6.com, Tangerang - Warga korban mafia tanah yang ditangkap Polres Metro Tangerang di Kecamatan Pinang, Kota Tangerang, mengaku bakal mengawal dan mengikuti langsung proses hukum mafia tanah DM (48) dan MCP (61) hingga ke proses peradilan.
Ketua Paguyuban Warga Pinang, Mirin menyebut bakal menuntut dan mengawal kasus mafia tanah yang merugikan tanah tempat tinggalnya dan juga ribuan warga lain. Dia khawatir, sebab hingga kini Pengadilan Negeri (PN) Tangerang belum membatalkan surat eksekusi itu, meski kepolisian telah menangkap dua mafia tanah.
Advertisement
"Kami menuntut PN Tangerang Kelas 1A untuk membatalkan eksekusi yang telah mereka keluarkan," ungkap Mirin, Kamis (15/4/2021).
Mirin juga mengaku khawatir bila PN Tangerang enggan untuk membatalkan atau mencabut surat tersebut, lantaran institusi itu lah yang mengeluarkan perintah tersebut.
"Tetapi permasalahannya, apakah bisa seorang yang mengesahkan eksekusi kemudian dia yang membatalkan? Status dari terkait eksekusi itu belum dibatalkan, ini menjadi beban bagi kami," katanya.
Makanya, dirinya berencana akan terus mengawal kasus mafia tanah ini hingga tuntas, hingga warga mendapatkan keadilan atas hal mereka.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Tanah Ditempati Warga
Sebab, dari 45 hektare tanah yang diaku para mafia tanah tersebut, sekitar 10 hektar sudah ditempati warga secara turun temurun. Berbagai surat kepemilikan tanah seperti girik, HGB, hingga sertifikat hak milik, sudah dimiliki sejak dulu.
"Kami akan terus mengawal proses hukum yang berjalan, dan pantang menyerah sampai warga mendapat keadilan hukum," tegasnya.
Sebelumnya, Polres Metro Tangerang Kota menangkap dua tersangka DM (48) dan MCP (61) yang merupakan mafia tanah seluas 45 hektare di wilayah Pinang, Kota Tangerang. Sementara seorang lagi berinisial AM yang merupakan pengacara keduanya, masih buronan polisi.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan, kedua pelaku berpura-pura mengaku sebagai pemilik tanah itu yang berujung saling menggugat. Dia menuturkan, pada April 2020 kedua tersangka melakukan gugatan perdata yang menghasilkan perdamaian di Pengadilan Negeri Kota Tangerang pada Mei 2020.
Setelah dinyatakan menang, keduanya langsung melakukan eksekusi di lokasi yang sudah diatur untuk memuluskan rencana keduanya tanpa adanya perundingan.
Advertisement