Mr. Jean melempar serbuk gergaji ke dalam peti mati saat bersama timnya membuat peti mati murah di jalan di Antananarivo, Rabu (14/4/2021). Sejak gelombang kedua Covid-19 di Madagaskar, yang menyebabkan jumlah kematian meningkat di ibu kota, permintaan peti mati juga meningkat pesat. (RIJASOLO/AFP)
Tukang kayu memasukkan peti mati yang telah dipesan ke mobil di jalan raya umum, di Antananarivo, Madagaskar, Rabu (14/4/2021). Selama tiga minggu terakhir, Pak Jean dan timnya memproduksi antara 15 hingga 20 peti mati per hari, padahal sebelumnya hanya 3 atau 4 peti mati per hari. (RIJASOLO/AFP)
Mr. Jean bersama timnya membuat peti mati murah di jalan, padahal kegiatan ini dilarang di jalan raya umum, di Antananarivo, Madagaskar, Rabu (14/4/2021). Peti mati dari kayu pinus yang diproduksi selama satu jam tersebut dijual antara Rp 350ribu hingga Rp 820ribu. (RIJASOLO/AFP)
Mr. Jean dan timnya membuat peti mati murah di jalan, padahal kegiatan ini dilarang di jalan raya umum, di Antananarivo, Rabu (14/4/2021). Sejak gelombang kedua Covid-19 di Madagaskar, yang menyebabkan jumlah kematian meningkat di ibu kota, permintaan peti mati juga meningkat pesat. (RIJASOLO/AFP)
Sebuah mobil berhenti untuk memesan peti mati dari Mr. Jean dan timnya di jalan di Antananarivo, Madagaskar, Rabu (14/4/2021). Selama tiga minggu terakhir, Pak Jean dan timnya memproduksi antara 15 hingga 20 peti mati per hari, padahal sebelumnya hanya 3 atau 4 peti mati per hari. (RIJASOLO/AFP)
Mr. Jean dan timnya membuat peti mati murah di jalan, padahal kegiatan ini dilarang di jalan raya umum, di Antananarivo, Madagaskar, Rabu (14/4/2021). Peti mati dari kayu pinus yang diproduksi selama satu jam tersebut dijual antara Rp 350ribu hingga Rp 820ribu. (RIJASOLO/AFP)