Liputan6.com, Jakarta Dokter Anak dari RSIA Bunda Jakarta Rini Sekartini menjelaskan tentang pengawasan yang harus dilakukan di lingkungan keluarga agar anak atau remaja tidak mengonsumsi alkohol.
“Peran lingkungan itu sangat penting khususnya bagi anak dan remaja. Namun, pemberian edukasi tentang dampak jangka panjang alkohol oleh orangtua tampaknya belum banyak dilakukan,” ujar Rini dalam seminar daring Medicine UI, ditulis Kamis (15/4/2021).
Advertisement
Jika edukasi yang diberikan sekadar terkait dampak jangka panjang yang tidak terlihat maka ada potensi besar remaja tidak terlalu memedulikan. Orangtua perlu menekankan bahwa penggunaan alkohol dapat menyebabkan kerusakan organ yang sifatnya permanen.
“Maka mereka harus waspada dan hati-hati sekali mengenai peran lingkungan terutama dari teman sebaya. Karena teman sebaya itu bagi remaja cenderung lebih penting ketimbang keluarga.”
Selain itu, guru juga berperan mengedukasi para murid terkait pencegahan penggunaan alkohol. Pasalnya, penggunaan alkohol dan dampaknya sebetulnya dapat dicegah, kata Rini.
Simak Video Berikut Ini
Melalui Media Sosial
Dokter spesialis jiwa dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Kristiana Siste, menambahkan selain pendekatan keluarga dan guru, pencegahan dan pengawasan juga dapat dilakukan melalui media sosial.
“Sangat penting saat ini menggunakan media sosial atau digital untuk melakukan edukasi secara intensif dan besar-besaran,” ujar Siste dalam acara yang sama.
Edukasinya sendiri harus disesuaikan, lanjutnya, tidak bisa lagi menakut-nakuti atau hanya bilang "say no to drugs" karena remaja dan dewasa muda saat ini terbilang kritis.
“Pemberian edukasi itu memang sifatnya harus aplikatif, apa yang mendasari mereka supaya mereka tidak lagi mengonsumsi alkohol. Biasanya karena masalah emosi yang ada sehingga kita bisa lakukan edukasi bagaimana caranya menangani emosi yang tidak enak bukan malah lari ke alkohol.”
Pembentukan life skill program pada remaja juga dapat melatih mereka tentang cara terbaik untuk memecahkan masalah. Program ini dapat dibangun dalam bentuk edukasi digital dengan menyertakan contoh-contoh, kata Siste.
“Remaja sekarang kan lebih senang dengan visual. Selain itu guru dan dosen di perguruan bisa melakukan psychological hygiene untuk deteksi dini masalah psikologi pada remaja,” tutupnya.
Advertisement