Liputan6.com, Surabaya - Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Jatim memeriksa Pemimpin Redaksi Tempo.co Setri Yasra terkait kasus dugaan penganiayaan jurnalis Nurhadi. Setri diperiksa selama tujuh jam, mulai pukul 12.30 WIB hingga sekitar pukul 19.30 WIB dan dicecar 29 pertanyaan.
Setri Yasra kemungkinan juga merupakan saksi terakhir yang dimintai keterangan oleh penyelidik sebelum mereka mulai melakukan gelar perkara.
Advertisement
Sejauh ini, polisi telah memeriksa dan meminta keterangan dari berbagai pihak, antara lain Nurhadi, saksi mata, redaktur Tempo, Dewan Pers, dan Ketua AJI Surabaya.
“Saya sampaikan ke penyelidik bahwa kedatangan Nurhadi ke lokasi tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada Angin Prayitno Aji hak jawabnya seputar kasusnya yang kini sedang ditangani KPK," ujarnya, Rabu (14/4/2021) malam.
Bagi jurnalis, lanjut Setri, itu adalah upaya untuk menegakkan kode etik jurnalistik. Sebab dalam kode etik disebutkan bahwa wartawan harus membuat berita secara berimbang, cover both side.
“Jadi dalam hal ini, justru yang dilakukan oleh Nurhadi dengan mendatangi lokasi resepsi adalah hal yang memang harus dilakukan untuk memberikan kesempatan berbicara kepada tersangka,” ucapnya.
Setri juga menyampaikan harapannya agar kasus kekerasan yang terjadi terhadap jurnalis Nurhadi ini menjadi momentum untuk konsolidasi nasional.
“Ini waktunya konsolidasi. Semua pihak bersama-sama mendorong penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Meskipun Nurhadi wartawan Tempo dan anggota AJI, tetapi jangan diartikan ini hanya masalah untuk Tempo dan AJI saja. Semua pihak yang peduli pada kemerdekaan pers, ini saatnya berkonsolidasi untuk mendorong terwujudnya pers yang independen,” ujarnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Bayang Bayang Kekuasaan
Pernyataan tersebut diamini Eben Haezer, ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya. Menurutnya, kekerasan yang dialami oleh Nurhadi adalah representasi dari situasi pers di Indonesia yang masih berada di bawah bayang-bayang kekerasan.
“Apa yang dialami Nurhadi, bisa terjadi pada wartawan di mana saja, apapun medianya dan apapun organisasi profesinya. Jadi benar kalau memang ini seharusnya dijadikan momentum untuk mewujudkan konsolidasi untuk mendorong penegakan kemerdekaan pers di Indonesia,” kata Eben.
Dia menambahkan, dalam waktu dekat, Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis akan menggelar pertemuan dengan banyak elemen untuk berkonsolidasi merumuskan tawaran-tawaran kebijakan yang dapat diadopsi oleh pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memastikan agar kemerdekaan pers terjamin.
Aliansi Anti Kekerasan Terhadap Jurnalis sendiri saat ini beranggotakan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Federasi KontraS, LBH Lentera, LBH Pers, dan LBH Surabaya.
Advertisement