Liputan6.com, Phnom Penh - Kasus-kasus COVID-19 yang menyebar telah menempatkan Kamboja "di ambang kematian", Perdana Menteri Hun Sen memperingatkan, ketika negara itu untuk memberlakukan penguncian di ibu kota Phnom Penh dan kota terdekat.
Kamboja sedang menyaksikan lonjakan kasus COVID-19 sejak Februari, ketika wabah pertama kali terdeteksi di antara komunitas ekspatriat China.
Mengutip Channel News Asia, Kamis (15/4/2021), pihak berwenang mengatakan pekan lalu bahwa rumah sakit di Phnom Penh kehabisan tempat tidur dan mereka telah mengubah sekolah dan aula pesta pernikahan menjadi pusat perawatan, sementara Hun Sen mengancam para pelanggar karantina dengan hukuman penjara.
Baca Juga
Advertisement
Phnom Penh dan kota yang berdekatan, Ta Khmau, pada Rabu (14/4) malam dikunci selama dua minggu untuk mengekang penyebaran, secara efektif menghentikan pergerakan lebih dari dua juta orang.
"Tolong rakyatku - bergabunglah dalam upaya Anda untuk mengakhiri peristiwa berbahaya ini," kata Perdana Menteri Hun Sen dalam pidato yang direkam yang disiarkan di televisi pemerintah pada Rabu malam.
"Kita sudah di ambang kematian," katanya.
"Jika kita tidak bergandengan tangan, kita akan menuju kematian yang nyata."
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Lonjakan Kasus di Kamboja
Angka terbaru kasus COVID-19 Kamboja yang diumumkan melebihi 4.800, tetapi perdana menteri mengatakan Rabu bahwa 300 kasus tambahan telah terdeteksi.
Penduduk Phnom Penh dan Ta Khmau sekarang dilarang meninggalkan rumah mereka selama dua minggu kecuali pergi ke rumah sakit atau membeli obat, sementara hanya dua anggota rumah tangga yang diizinkan keluar untuk membeli makanan.
Pada Kamis pagi, polisi memblokir pengendara agar tidak melewati pos pemeriksaan yang didirikan di perbatasan antara dua kota, dengan penduduk menunjukkan kartu identitas mereka yang berharap bisa lewat.
Blokade juga didirikan di sekitar Norodom Boulevard utama di sekitar Monumen Kemerdekaan yang ikonik guna mencegah orang bepergian.
Advertisement