Liputan6.com, Jakarta Salah seorang pasien kelainan pembekuan darah atau hemofilia, Hafizh Kalamullah, menyebut bahwa pengobatan hemofilia saat ini sudah mengalami kemajuan. Hal ini dia sampaikan dalam diskusi daring yang diselenggarakan Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) pada Kamis, (15/4/2021).
“Kita sudah merasakan banyak sekali kemajuan pengobatan. Sebelumnya masih dengan labu darah-12 kantong, 10 kantong, dan kita harus nunggu di ruangan transfusi berjam-jam atau bahkan seharian penuh dengan risiko alergi,” ujar Hafizh.
Advertisement
“Alhamdulillah pemerintah melalui program BPJS dan program pengadaan formularium nasional memasukkan obat konsentrat buat para pasien hemofilia sehingga pengobatannya jauh lebih ringkas,” dia melanjutkan.
Menurut Hafizh, dengan adanya obat konsentrat, dia merasa jadi lebih jarang merasa sakit yang menyebabkan dia tidak bisa bergerak. Sehingga dia bisa lebih produktif. Pemberian obat konsentrat ini juga lebih mudah, mirip seperti penyuntikan insulin pada penderita diabetes.
Simak Juga Video Berikut
Masih On Demand
Meski sudah ada kemajuan, sayangnya pemberian obat konsentrat saat ini masih bersifat on demand. Dokter hanya meresepkan obat ketika pasien mengalami bengkak.
“Jadi kita harus nunggu bengkak dulu, nunggu sakit dulu, atau nunggu berdarah dulu baru sah boleh ke poli dan dilihat symptom-nya (gejala) oleh dokter dan diresepkan obat konsentrat,” terang Hafizh.
“Kalau kita terlanjur bengkak, seakan-akan darah sudah penuh di kantong sendi kita sampai nyeri, sampai dokter liat ini bengkak baru diresepkan sesuai dengan protokol yang berlaku, itu pengobatannya jauh lebih lama,” tambah Hafizh.
Menurutnya keadaan seperti ini sangat menyakitkan bagi pasien sampai-sampai membuat pasien sulit menggerakkan tubuhnya.
Advertisement
Pengobatan Profilaksis
Dalam kesempatan yang sama, Dr. dr. Novie A Chozie, Sp.A(K) dari HMHI berharap ke depan, profilaksis sebagai penanganan hemofilia dapat dilakukan di Indonesia. Profilaksis pun sudah tertuang dalam tata laksana hemofilia di Panduan Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
“Kita berharap ke depannya kita mulai bisa menerapkan profilaksis ini walaupun memang pasti akan ada banyak kendala teknis juga,” katanya.
Novie menyebut kendala utama dari pelaksanaan profilaksis adalah masalah pembiayaan.
“Mungkin profilaksis bisa dilakukan tapi belum bisa sepenuhnya pada semua pasien karena masih melihat keterbatasan budget. Jadi mungkin hanya sampai pada pasien dengan berat badan tertentu yang bisa mendapatkan profilaksis karena pengobatannya itu diberikan sesuai dengan berat badan,” papar Novie.
Penulis: Abel Pramudya Nugrahadi
Infografis
Advertisement