Liputan6.com, Jakarta Saat menjadi pembicara utama dalam Konferensi Cabang PMII Kota Malang, Kamis (15/4/2021), Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, mengatakan ada dua fokus yang harus disiapkan dalam menjawab tantangan bonus demografi menuju Indonesia Emas tahun 2045.
Menurut Senator asal Jawa Timur itu, tantangan pertama adalah penyiapan sumber daya manusia yang mampu berintegrasi dengan era industri 4.0.
Advertisement
Dijelaskan LaNyalla, perlu dilakukan revitalisasi di sektor pendidikan serta memperkuat Pendidikan Vokasi untuk mendukung hal ini.
"Karena Pendidikan Vokasi bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia yang dinamis, trampil, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berdaya saing global," jelasnya.
Namun, Ketua Dewan Kehormatan Kadin Jawa Timur itu berpendapat jika Pendidikan Vokasi perlu mengembangkan kurikulum.
"Ke depan, Pendidikan Vokasi tidak hanya menyiapkan tenaga siap kerja, namun juga mampu berpikir kreatif dengan melihat peluang bisnis yang ada," tuturnya.
Sedangkan fokus kedua, sambung LaNyalla, adalah melahirkan entrepreneur yang siap melakukan optimalisasi keunggulan komparatif dan kompetitif yang dimiliki Indonesia
"Indonesia harus mulai fokus kepada sektor atau komoditi yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif yang tidak dimiliki negara lain. Misalnya, sektor pangan, yang meliputi pertanian, perkebunan, perternakan, perikanan dan kelautan," katanya.
Di samping itu, Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu menyebut jika sektor alam yang bisa dioptimalkan untuk destinasi pariwisata. Termasuk keunggulan kehutanan dan keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, juga rempah dan tanaman obat-obatan.
"Ini semua harus dijadikan target utama posisi tawar, sekaligus keunggulan Indonesia dalam menjawab bonus demografi. Sehingga mengubah tantangan menjadi peluang," jelasnya.
Ditegaskannya, Ketahanan Pangan adalah ketahanan masa depan. Perang antar negara di masa depan, bisa saja dipicu oleh persoalan kebutuhan pangan.
"Maka, mindset atau pola pikir yang keliru tentang petani harus kita ubah dari sekarang. Terutama anggapan bahwa petani adalah seorang pekerja sektor informal dengan strata sosial di bawah," ujar mantan Ketua Umum PSSI itu.
Menurutnya, kesalahan inilah yang menjadi alasan sedikitnya jumlah petani muda Indonesia.
"Petani adalah entrepreneur. Mindset ini perlu ditanamkan dari sekarang. Bahwa petani adalah entrepreneur," katanya.
(*)