Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menegaskan tidak lagi membuka keran ekspor untuk Benih Bening Lobster (BBL). Mirisnya, penyelundupan benih lobster masih banyak terjadi.
"Dengan adanya pelarangan ini, modus-modusnya luar biasa sekarang. Mungkin harganya lebih tinggi karena dilarang," ungkap Plt. Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Antam Novambar, dalam konferensi pers pada Kamis (15/4/2021).
Advertisement
Menurutnya, para pelaku penyelundupan ini selalu mencari cara baru untuk melakukan aksinya.
"Bukan hanya dari Jambi saja, dari Riau kemarin kita kerjasama dengan Polair. Dari Jambi, mereka mulai menjauh mulainya, nanti lama-lama dari Kalimantan Barat bisa jadi karena keuntungannya besar," jelasnya.
Antam mengatakan, Vietnam memiliki peran besar dalam penyelundupan lobster ini. Pasalnya, hasil penyelundupan itu banyak yang dikirim ke Vietnam.
Para penyelundup juga memanfaatkan nelayan lokal dengan iming-iming harga yang menurut mereka sudah besar.
"Mereka kumpulkan yang banyak dan mereka kirim ke Vietnam berupa benih," sambungnya.
Ditambahkan Kepala Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP, Rina, total ada 35 kasus pelanggaran Sumber Daya Ikan (SDI) yang terjadi sejak 23 Desember 2020 hingga 14 April 2021 pukul 10.00 WIB. Nilai SDI yang diselamatkan setara Rp 210 miliar.
Dari total kasus penyelundupan tersebut, 18 diantaranya adalah BBL. Sebanyak 1.398.605 ekor berhasil diselamatkan dari penyelundupan tersebut.
"Pak menteri sudah menyatakan tidak akan mengizinkan lagi untuk ekspor BBL. Kita harus bisa membudidayakan, dan kita juga butuh untuk memperkaya negeri ini," tuturnya.
SDI lain yang diselundupkan dalam periode tersebut adalah Arwana sebanyak 112 ekor, ikan hidup 439 ekor, 1.282 kerang hias, kepiting undersize sebanyak 44 ekor, lobster bertelur 10 ekor, dan produk ikan lainnya seberat 16.770 kilogram (kg).
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Temukan 4 Maladministrasi, Ombudsman Tegaskan Ekspor Benih Lobster Harus Dilarang
Ombudsman menegaskan agar pemerintah melarang ekspor benih bening lobster. Himbauan ini setelah Ombudsman melakukan hasil Rapid Assessment terkait Tata Kelola Ekspor Benih Bening Lobster (BBL) sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020.
Anggota Ombudsman, Yeka Hendra Fatika menyatakan latar belakang dilaksanakannya kajian ini adalah hasil deteksi dini dan penelusuran informasi Ombudsman RI, yang mengarah pada munculnya empat potensi mal-administrasi.
Dia menyebutkan keempat potensi mal-administrasi yang ditemukan yaitu pertama, adanya diskriminasi pemenuhan kriteria sebagai nelayan penangkap BBL serta proses penetapan eksportir BBL dan nelayan BBL.
"Kedua, adanya permintaan imbalan pada pemenuhan persyaratan teknis penetapan eksportir BBL dan penetapan nelayan penangkap BBL," ujar Yeka seperti melansir Antara. Kamis (8/4/2021).
Temuan ketiga Ombudsman adalah adanya tindakan sewenang-wenang dari eksportir benih lobster dalam penentuan skema kerja sama atau pola kemitraan dengan nelayan penangkap BBL.
Keempat, Ombudsman menemukan penyalahgunaan wewenang dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap KKP dan eksportir BBL atas penetapan harga BBL yang menggunakan kriteria harga patokan terendah.
Sebelumnya, pada 15 Februari 2021, Ombudsman menyampaikan hasil temuan kajian dan menyampaikan dua opsi Saran Ombudsman kepada pihak KKP.
"Opsi pertama yang Ombudsman sarankan adalah mencabut atau merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 dan merancang peraturan baru yang mengatur ekspor BBL dalam batas waktu tiga tahun dengan evaluasi per tahun oleh BUMN Perikanan, serta mengatur peruntukan sebagian keuntungan untuk pengembangan budidaya," terang Yeka.
Sementara opsi kedua Saran Ombudsman adalah agar merevisi Peraturan Menteri KP Nomor 12 Tahun 2020 dengan membatasi ekspor hanya untuk lobster hasil budidaya oleh pelaku swasta serta mengkaji dan membentuk Sovereign Wealth Fund khusus untuk komoditas hasil laut dan memanfaatkan dananya untuk mendanai riset dan pengembangan budidaya lobster dan produk perikanan lainnya.
Advertisement
Jadi Negara Pembudidaya Lobster
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono berupaya menjadikan Indonesia sebagai negara pembudidaya lobster terbaik dunia dan menguasai pasar global komoditas lobster dengan melarang ekspor benih bening lobster dan mendorong budidaya lobster dalam negeri guna memacu nilai tambah komoditas lobster.
Bahkan, Menteri Trenggono ingin menjadikan Lombok, Nusa Tenggara Barat, sebagai pusat budi daya lobster sehingga ke depan tidak hanya menjadi contoh secara nasional tetapi bisa juga menjadi rujukan negara lain.
"Saya ingin menjadikan Lombok sebagai pusat budi daya lobster. Bahkan sampai kelas dunia. Semangatnya harus begitu," ujar Trenggono.
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM) Rina menyatakan, pihaknya menyiapkan rencana kerja dalam mendukung produksi sekaligus ekspor lobster.
Dimulai dari kesiapsiagaan, BKIPM memastikan akan memperkuat pengawasan pada benih bening lobster guna mencegah penyelundupan.Tak hanya itu, BKIPM juga melakukan monitoring, survailence dan sertifikasi kepada pembudidaya.
"Agar produk mereka bisa ekspor, kita sertifikasi kesehatan dan mutu lobster hidup ukuran konsumsi, termasuk juga di unit pengolah ikan," kata Rina.
Dalam lingkup pengawasan, masih menurut dia, BKIPM juga memperkuat sinergi dan koordinasi dengan instansi terkait seperti Bea Cukai dan Polri.