Rekomendasi Ahli Teknik Perminyakan Soal Proyek Hulu Migas di Indonesia

Salah satunya, rekomendasi keterbukaan data terkait efisiensi dan strategi pembiayaan proyek migas di Indonesia.

oleh Tira Santia diperbarui 15 Apr 2021, 19:00 WIB
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) merekomendasikan beberapa hal terkait proyek hulu minyak dan gas (migas), antara Kontraktor Kontrak Kerja Sama dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).

Salah satunya, rekomendasi keterbukaan data terkait efisiensi dan strategi pembiayaan proyek migas di Indonesia. Hal ini dipercaya dapat mendorong perubahan strategi pengelolaan dan alih tukar praktik terbaik antar KKKS.

Sehingga mendukung target produksi nasional unconstraint sebesar 1 juta barel minyak per hari dan 12 millar standar kaki kubik gas per hari pada 2030 yang dicanangkan oleh pemerintah.

“IATMI juga memberikan beberapa rekomendasi yang menyoroti perlunya akselerasi proses persetujuan izin pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) migas, terutama bagi lapangan-lapangan tua di Indonesia,” kata Ketua Umum IATMI, John Hisar Simamora, Kamis (15/4/2021).

IATMI juga merekomendasikan perlunya revisi terkait penyederhaan aturan dalam pedoman tata kerja (PTK).

 

Target produksi migas nasional 1 juta barel minyak per hari dan 12 millar standar kaki kubik gas per hari pada 2030, yang didasarkan pada masukan rencana jangka panjang (Long Term Plan) dari setiap KKKS di Indonesia tersebut, memang memiliki tantangan teknik dan non-teknis.

Oleh karena itu, selain dengan menemukan sumber daya dan mengembangkannya dengan optimal dengan biaya yang efisien, dukungan dari pemerintah dalam bentuk insentif baik fiskal maupun non-fiskal menjadi sangat penting.

Selain itu penerapan teknologi untuk meningkatkan tingkat pengurasan lapangan seperti injeksi air, Enhanced Oil Recovery (EOR) dan stimulasi produksi serta pengembangan sumber migas non-konvensional (MNK) juga akan membantu upaya peningkatan produksi.

John mengatakan jika melihat kondisi sektor migas Indonesia saat ini, dimana produksi migas banyak disokong oleh lapangan-lapangan tua, maka penerapan teknologi tepat guna akan memegang peranan kunci.

“IATMI juga menyoroti aspek efisiensi biaya, baik dari sisi biaya operasi untuk mempertahankan bisnis dan biaya pengembangan proyek untuk dapat meningkatkan produksi,” kata kata John yang juga Direktur Strategic Planning & Business Development, Pertamina Subholding Upstream.

Beberapa hal bisa membantu efisiensi biaya ini seperti penerapan teknologi digital, implementasi metode perbaikan proses bisnis seperti lean sigma dan sharing knowledge serta benchmarking antar perusahaan.

Rekomendasi IATMI tersebut berdasarkan hasil konferensi internasional bertajuk “Bending the production curve and transitioning to new energy landscape” yang digelar secara virtual, Sabtu, 10 April 2021.

Konferensi yang membahas beragam topik migas tersebut dihadiri 600 peserta, dari hampir seluruh pemangku kepentingan sektor migas mulai dari unsur pemerintah, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS), lembaga kajian, akademisi serta asosiasi keprofesian migas.

Konferensi juga diikuti sejumlah diaspora profesional migas Indonesia di Malaysia, Kuwait, Qatar, Rusia, Norwegia, Inggris, Australia dan beberapa negara lainnya.

 

Saksikan Video Ini


Kesiapan Pemerintah

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

SKK Migas dalam salah satu FGD mengungkapkan keterbukaan dan kesiapan pemerintah dalam mendorong pencapaian target produksi 2030.

Salah satu upaya yang telah dilakukan SKK Migas adalah dengan memberikan kebebasan kepada KKKS untuk memilih skema kontrak antara PSC Cost Recovery atau PSC Gross Split, yang disebut telah mampu menghemat biaya lebih dari USD 2 miliar serta mampu menarik minat investor dan menaikkan kinerja lapangan-lapangan migas yang ada.

SKK Migas juga terus berupaya melakukan perbaikan untuk mempermudah perijinan dan mendorong efisiensi melalui tapping/join operatorship.

Henricus Herwin, Ketua Pelaksana Konferensi Internasional IATMI, mengatakan konferensi yang digagas oleh IATMI tahun ini tidak hanya menyasar aspek teknis dan regulasi, namun juga kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung tercapainya target produksi 2030.

Kemudian perlunya manajemen pengetahuan dan talenta (knowledge & talent management) di bidang industri migas dan juga energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai aset intelektual bagi generasi mendatang.

IATMI mendorong agar orkestrasi pengetahuan yang berkesinambungan dapat dilakukan dengan melibatkan diaspora migas Indonesia yang tersebar di seluruh belahan dunia.

“IATMI juga mendorong perguruan tinggi agar dapat memperkaya kurikulum yang ada dengan topik-topik baru seperti Enhanced Oil Recovery, teknologi terkait pengembangan potensi panas bumi, teknologi Carbon Capture, Utilization, and Storage (CCUS) dan juga hal terkait migas non-konvensional,” ungkap Henricus juga juga menjabat sebagai Vice President Development and Production Technical Excellence & Coordination Pertamina Subholding Upstream.

Pengelolaan aset intelektual ini dirasa penting oleh IATMI dengan melihat proyeksi kebutuhan energi global yang akan terus meningkat. Oleh karena itu, pengembangan teknologi yang mendukung transisi energi perlu segera dilakukan dengan mempertimbangkan unsur terbarukan (renewable), ketersediaan (availability), ketahanan (security) dan terutama aspek keterjangkauan (affordability).

Hal ini memerlukan kerjasama lintas sektoral dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, swasta, akademisi dan masyarakat.

“Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat namun di saat bersamaan Indonesia juga harus menangani beragam isu lingkungan seperti mengurangi tingkat emisi karbon,” kata Herincus.

Dia juga menambahkan, mempertimbangkan hal tersebut, integrasi implementasi energi baru dan terbarukan (EBT) dan energi fosil ramah lingkungan sangat diperlukan untuk mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, IATMI memandang bahwa pemanfaatan gas alam yang melimpah akan menjadi transisi yang baik sebelum implementasi energi terbarukan yang lebih luas di tanah air.

Tutuka Ariadji, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) saat memberikan sambutan dalam pembukaan konferensi mengatakan, pemanfaatan gas alam serta pembangunan infrastruktur dan kawasan-kawasan industri di lokasi yang berdekatan dengan sumber daya gas alam akan mengoptimalkan penggunaan gas alam.

“Dan ini menjadi salah satu pilar penting dalam menjaga ketahanan energi nasional,” kata Tutuka yang juga Ketua Umum IATMI periode 2016-2019.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya