Pakar Ingatkan Memaksa Mudik Bisa Timbulkan Lonjakan Kasus COVID-19 Baru

Pelarangan mudik dari sudut pandang kesehatan saat pandemi dinilai sebagai langkah yang tepat agar tak menimbulkan kasus positif COVID-19.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 16 Apr 2021, 03:30 WIB
Polisi memeriksa kendaraan di Pos Penyekatan Jalur Mudik, Gerbang Tol Cikarang Barat, Bekasi, Rabu (20/5/2020). Sejak 24 April sampai 19 Mei 2020, Ditlantas Polda Metro Jaya telah memutarbalikkan 20.972 kendaraan mudik Lebaran yang hendak meninggalkan Jabodetabek. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof dr Hasbullah Thabrany, MPH., D.PH menjelaskan, penularan COVID-19 terjadi antar manusia dalam jarak dekat, tidak melalui perantara seperti flu burung.

Sehingga solusi terbaik adalah membuat jarak atau kontak antar manusia sesedikit mungkin. Sementara mudik berpotensi menciptakan kerumunan, baik saat perjalanan maupun di kampung halaman.

Karenanya pelarangan mudik dari sudut pandang kesehatan saat pandemi dinilai sebagai langkah yang tepat agar tak menimbulkan kasus positif COVID-19.

Apalagi, lanjut Hasbullah Thabrany, menjadi sifat manusia kerap lupa menjaga jarak atau menerapkan protokol kesehatan jika berkumpul.

"Ini kalau tidak dikendalikan akan menimbulkan kasus baru," ujar Thabrany, Kamis (15/4). Menurutnya, saat ini dengan teknologi, silaturahmi bisa dilakukan dengan telepon atau video call kapan saja.

 

Simak Juga Video Berikut Ini


Gunakan Ongkos Mudik untuk Investasi

Mengenai anggapan mudik bisa menggerakkan ekonomi daerah yang terdampak pandemi, Hasbullah mengatkaan, banyak hal lain yang bisa dilakukan selain mudik. Misalkan, ongkos mudik yang dinilai tidak sedikit bisa dialihkan untuk investasi di daerah. Ongkos mudik sekeluarga bahkan mungkin bisa untuk membeli sebidang tanah di daerah.

Lagi pula saat ini amat mudah mengirim uang untuk keluarga atau sanak saudara di daerah melalui layanan perbankan. Uangnya tetap bisa dibelanjakan di kampung halaman dan roda perekonomian di daerah tetap berjalan tanpa harus mudik. Atau bisa juga ongkos mudik dialihkan untuk membantu yayasan yatim piatu atau lembaga pendidikan.

"Jadi ongkos mudik bisa digunakan hal yang lebih produktif," kata Hasbullah Thabrany.

Sebaliknya, jika muncul lonjakan kasus baru karena memaksakan mudik justru akan menyebabkan pemerintah mau tidak mau akan melakukan pengetatan lagi yang menyebabkan juga orang makin tidak bergerak ekonomi juga tak bergerak. Sehingga jangka panjangnya, kalau tidak dilarang mudik justru dampak pertumbuhan ekonomi akan lebih besar.

"Karena lonjakan kasus baru akan menimbulkan reaksi ketakutan baru. Ekonomi melambat juga," tegasnya.


Infografis

Infografis Yuk Perhatikan Cara Cuci Tangan yang Benar. (Liputan6.com/Abdillah)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya