Warisan Eksotika di Tana Toraja

Orang Bugis-Sidenreng menamakan penduduk daerah ini To Riaja yang mengandung arti orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Ini adalah salah satu dari beragam pendapat terkait asal muasal nama Toraja.

oleh Andrie Harianto diperbarui 17 Apr 2021, 09:27 WIB
Ritual Ma’nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Liputan6.com, Jakarta Orang Bugis-Sidenreng menamakan penduduk daerah ini To Riaja yang mengandung arti orang yang berdiam di negeri atas atau pegunungan. Ini adalah salah satu dari beragam pendapat terkait asal muasal nama Toraja. Kata Tana berarti negeri, sehingga tempat pemukiman suku Toraja kemudian dikenal dengan nama Tana Toraja.

Tana Toraja adalah salah satu destinasi tujuan wisatawan domestik maupun internasional. Tidak hanya wisata alam, pelancong juga disuguhkan dengan wisata religi adat setempat.

Kehidupan yang memegang teguh adat istiadat menjadi magnet para wisatawan untuk mengenal lebih jauh Suku Toraja.

Memasuki Tana Toraja, pelancong akan disuguhkan pemandangan rumah adat Tongkonan, rumah panggung dari kayu dan atapnya menyerupai tanduk kerbau yang berfungsi penting bagi kehidupan sosial suku Toraja. Rumah ini jadi tempat tinggal, upacara adat, kegiatan sosial dan membina kekerabatan.

 

Anggota keluarga akan menuju ke Patanea, rumah kubur di Tana Toraja, sebelum melaksanakan ritual Ma'nene. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Tongkonan terdiri atas tiga bagian, yakni bagian selatan, tengah dan utara. Pada bagian selatan adalah ruangan untuk kepala keluarga, ruang tengah untuk tempat berkumpulnya keluarga, dapur dan tempat untuk meletakan jenazah sebelum disemayamkan. Di bagian utara adalah ruang tamu, tempat meletakkan sesaji dan sebagai tempat tidur.

Tradisi masyarakat Toraja biasanya tidak langsung menguburkan jenazah dan menyimpannya di rumah Tongkonan. Agar jenazah tidak cepat membusuk, maka jenazah dibalsem dengan ramuan tradisional.

Mengenai atap Tonkonan yang menyerupai kerbau, hewan ini di Tana Toraja bernilai tinggi. Sebab, kerbau berperan penting dalam upacara Rambu Solo. Keluarga yang berduka biasanya berkurban beberapa kerbau untuk disembelih lalu dibagikan kepada warga.

Kian langka kerbau tersebut dapat menunjukkan kian tingginya strata sosial orang yang akan dimakamkan. Harga termahal kerbau di Tana Toraja dapat mencapai Rp 1 miliar lebih, tergantung jenis kelangkaan kerbau.

 

Ritual Ma’nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Salah satu jenis kerbau termahal adalah tedong saleko. Kerbau langka ini berkulit putih dengan kombinasi belang hitam hingga bola matanya yang berwarna putih.

Tana Toraja memiliki beberapa kuburan unik dari pada yang lainnya, seperti kuburan Goa, kuburan Gantung, kuburan batu Liang, kuburan pohon Passiliran, hingga kuburan Pattane. Satu satunya adalah Goa Londa yang umumnya adalah kompleks pemakaman kubur batu.

Goa ini jadi tempat penyimpanan jenazah yang khusus bagi keturunan langsung leluhur Toraja. Goa Londa yang terletak di perbatasan antara Makale dan Rantepao, tepatnya di sebuah desa kecil bernama Sandan Uai.

Jauh sebelum masuknya agama Islam dan Kristen, nenek moyang masyarakat Tana Toraja mengenal kepercayaan bernama Alukta. Kepercayaan inilah yang banyak mengatur dan menjadi landasan berbagai ritual adat dan tradisi dalam masyarakat toraja, salah satunya adalah tradisi menyimpan jenazah.

 

Rambu Solo, ritual kematian dalam masyarakat adat Tana Toraja. (dok. Istimewa/Liputan6.com)

Wisata adat yang bisa pelancong jumpai di Toraja adalah ritual Rambu Solo. Ritual sakral masyarakat suku Toraja ini diyakini mampu mengantarkan jenazah ke alam damai, yang disebut puya. Secara umum, ritual ini terdiri atas tujuh tahapan, yakni Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, dan Tadi Tanaan.

Keunikan Rambu Solo lainnya, yakni dikorbankannya puluhan ekor kerbau. Masyarakat Toraja percaya, kian banyak kerbau yang dikorbankan, akan semakin cepat jenazah menuju puya.

Usai jenazah dikuburkan, saatnya bagi para ibu untuk menyediakan beragam hidangan dari potongan hewan yang dikorbankan untuk dimakan bersama. Keluarga, tetangga, dan tamu yang datang berbaur menyatu dalam satu jamuan.

Bila anda selesai berwisata di Toraja, jangan lupa untuk berburu buah tangan sebagai penanda anda telah menginjakan kaki di Toraja. Anda bisa membeli kopi atau kain tenun khas Toraja.

 

Ritual Ma’nene, Upacara Mengganti Pakaian Mayat di Tana Toraja. (Merdeka.com/Allako Pasanggang)

Kopi Toraja adalah salah satu varian kopi yang populer dan berkualitas terbaik dengan cita rasa unik. Uniknya, aroma herbal yang dihasilkan ini sangat khas dan jarang ditemui pada kopi lainnya menjadikan kopi ini spesial. Kopi Toraja berwarna cokelat tua dengan bentuk biji yang tidak beraturan serta rasanya yang tidak terlalu pahit.

Sementara kain tenun Toraja adalah kain yang biasa digunakan untuk membalut jenazah yang belum dimakamkan. Menurut kepercayaan suku Toraja yaitu Aluk Tadolo hal ini memang dilakukan sebagai syarat dalam upacar Rambu Solo. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan pertalian kasih yang menghubungkan sanak saudara.

Namun, karena mahalnya harga kain yang dijual dengan harga Rp 300.000 hingga Rp 5 juta, lambat laun penggunaan kain tenun ini pun semakin berkurang. Seiring berjalannya waktu kain tenun Jawa dengan motif khas Toraja pun di produksi dan dipasarkan di Toraja. Dengan harga lebih murah dari kain tenun asli hanya 100.000 ternyata membawa minat kembali masyarakat untuk menggunakan kain tenun.

Saksikan Video Terkait di Bawah Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya