Liputan6.com, Jakarta - 16 April merupakan hari jadi Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Pembentukan Kopassus melewati sejarah yang panjang.
Berdasarkan laporan Tempo, Kopassus lahir pada tahun 1950. Saat itu, terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok yang menamakan dirinya Republik Maluku Selatan (RMS) dengan dibantu dua kompi bekas Korps Speciale Troepen (KST), pasukan elit Belanda.
Advertisement
Panglima Tentara Teritorium III Kolonel Inf. A.E. Kawilarang dibantu Komandan Penyerbuan Kolonel Inf. Slamet Ryadi lantas mengerahkan pasukan untuk memberangus kelompok RMS.
Sementara dikutip dari kopassus.mil.id, operasi ini dinyatakan berhasil menumpas gerakan pemberontakan, namun menimbulkan banyak korban dari pihak TNI.
Setelah dikaji ternyata dalam beberapa pertempuran, musuh dengan kekuatan relatif lebih kecil mampu menggagalkan serangan TNI yang kekuatannya jauh lebih besar, hal ini ternyata bukan hanya disebabkan semangat anggota pasukan musuh yang lebih tinggi atau perlengkapan yang lebih lengkap. Namun juga taktik dan pengalaman tempur yang baik didukung dengan kemampuan tembak tepat dan gerakan perorangan.
Peristiwa inilah yang mengilhami Letkol Slamet Riyadi untuk membuat sebuah pasukan khusus Indonesia yang mahir berperang di segala medan.
Setelah gugurnya Letkol Slamet Riyadi pada salah satu pertempuran di sekitar Kota Ambon, gagasan ini diteruskan oleh Kolonel A.E Kawilarang.
Kolonel A.E. Kawilarang tertarik dengan pengalaman yang dimiliki bekas tentara Belanda bernama Rokus Bernandus Visser. Dia menyandang pangkat Kapten KNIL yang pernah bergabung dengan Korps Speciale Troopen dan pernah bertempur dalam perang dunia I.
Visser saat itu pindah ke Bandung. Dia menjadi mualaf dan menikahi seorang perempuan Sunda serta mengganti nama menjadi Mochamad Idjon Djambi. Idjon pun menerima permintaan Kawilarang untuk melatih pasukan komando.
Idjon Djambi yang menyematkan pangkat Mayor melatih perwira dan bintara untuk menyusun pasukan. Akhirnya, melalui Instruksi Panglima Tentara dan Teritorium II tanggal 16 April 1952 terbentuklah KESATUAN KOMANDO TERITORIUM III yang merupakan cikal bakal "KORPS BARET MERAH".
Mayor Inf. Idjon Djambi dipercaya menjadi komandan pertama sebagaimana surat bernomor No.55/Instr/PDS/52.
Latihan-latihannya diselang-selingi operasi pemberantasan pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) yang sedang berkecamuk di Jawa Barat, tempat kesatuan itu bermarkas.
Dijelaskan pula bahwa kesatuan beberapa kali mengalami perubahan nama diantaranya Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) pada tahun 1953, Resimen Pasukan Dalam perjalanan selanjutnya satuan Komando Angkatan Darat (RPKAD) pada tahun 1952, selajutnya pada tahun 1955 berubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
Pada tahun 1966 satuan ini kembali berganti nama menjadi Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (PUSPASUS TNI-AD), Berikutnya pada tahun 1971 nama satuan ini berganti menjadi Komando (KOPASSANDHA).
Pada tahun 1985 satuan ini berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) sampai dengan Pasukan Sandhi Yudha sekarang.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pasukan yang Disegani Dunia
Dalam perjalanannya, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) menjadi pasukan elite TNI yang paling disegani didunia.
Dilansir dari Merdeka.com, kehebatan dan kekuatan yang dimiliki Kopassus tidak perlu diragukan lagi. Ini yang membuatnya disegani militer negara lain.
Bahkan, sejumlah negara di dunia meminta Kopassus melatih pasukan militernya, seperti negara-negara di Afrika Utara dan Kamboja. 80 Persen pelatih militer di negara-negara Afrika Utara merupakan perwira Kopassus.
Sementara itu, Kamboja juga telah lama menggunakan pelatih militer dari Kopassus.
Tak tanggung-tanggung, pasukan yang dilatih Kopassus adalah pasukan khusus bernama Batalyon Para-Komando 911. Pasukan itu merupakan bagian dari tentara Kerajaan Kamboja (Royal Cambodian Army).
Selain itu, Kopassus juga memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menembak. Dalam pertemuan Pasukan Elite Asia Pasific yang diselenggarakan pada Desember 2006, personel Kopassus meraih juara penembak jitu (sniper). Canggihnya, senjata yang digunakan merupakan senjata buatan bangsa sendiri yang diproduksi oleh PT Pindad. Sementara, di posisi kedua diraih oleh pasukan elite Australia.
Hal itu tentunya tak lepas dari segundang kemampuan yang dikuasai anggota Kopassus. Diantaranya pengintaian, dan anti-teror dan bela diri.
Pada bela diri, anggota Kopassus menguasai Yongmoodo yang menjadi bela diri wajib militer di Indonesia. Juga seni bela diri Merpati Putih.
Dengan pernapasan dan tenaga dalam, mereka membuktikan mampu menembak dan berkelahi dengan mata tertutup. Bahkan naik motor dengan mata ditutup keliling kompleks.
Tak cuma itu setiap prajurit mampu mematahkan besi di atas lampu neon. Mematahkan kayu dengan uang kertas dan kemampuan lain di atas manusia normal.
Advertisement
Pembebasan Pesawat dari Tangan Teroris
Salah satu presitasi Kopassus yang mendunia adalah penyelamatan pembajakan Pesawat Garuda dari tangan teroris pada 31 Maret 1981.
Dilansir Liputan6.com dari berbagai sumber, kabar pembajakan pesawat itu didengar Jakarta berkat Pilot pesawat Fokker-28 Garuda Indonesia nomor penerbangan 145, A Sapari.
Pesawat dengan rute Pekanbaru–Jakarta itu menangkap informasi yang disiarkan pesawat yang dipiloti oleh Herman Rante. Kabar itu langsung membuat petinggi negara dan para jenderal yang sedang menggelar latihan gabungan semua unsur pasukan tempur di Timor-Timur hingga Halmahera kaget.
Wakil Panglima ABRI yang saat dijabat oleh Laksamana Sudomo tanpa pikir panjang memikirkan rencana penyelamatan sandera.
Kopassandha (Komando Pasukan Sandi Yudha) embrio dari Kopassus langsung ditugaskan segera menggelar operasi penyelamatan.
Operasi kontra terorisme ini dilakukan oleh Grup-1 Para-Komando di bawah pimpinan Letnan Kolonel Infanteri Sintong Panjaitan. Publik menilai keberhasilan itu melebihi keberhasilan pasukan khusus Israel dalam membebaskan sandera di Entebbe Uganda.
Hasil dari baktinya, ia beserta tim dianugerahi Bintang Sakti dan dinaikkan pangkatnya satu tingkat, kecuali Achmad Kirang yang gugur di dalam operasi tersebut, dinaikkan pangkatnya dua tingkat secara anumerta.
Imran bin Muhammad Zein selaku otak peristiwa pembajakan pesawat DC-9 ini kemudian dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada tahun 1981.
Imran merupakan salah seorang yang terlibat dalam Peristiwa Cicendo bersama Maman Kusmayadi, Salman Hafidz, serta 11 orang lainnya.
Begitu pula dengan Maman dan Salman, yang bernasib sama dengan Imran, dan dieksekusi hukuman mati.
Pasca-operasi itu, pasukan Kopasandha yang melakukan penyerbuan pesawat Woyla menjadi embrio terbentuknya unit antiteror di Kopassus saat ini, yaitu SAT-81 Gultor.