Di Balik Gerakan Nasi Bungkus Dua Ribu, Tak Semata Bagi-Bagi Sangu

Daripada menggratiskan nasi bungkus bagi yang membutuhkan, Ismaya Savitri memilih untuk menerapkan bayaran Rp2 ribu. Apa alasannya?

oleh Liputan6.com diperbarui 16 Apr 2021, 14:30 WIB
Salah satu penerima manfaat nasi bungkus dua ribu. (dok. Ismaya Savitri)

Liputan6.com, Jakarta - Situasi pandemi Covid-19 menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan. Tergerak dengan kesulitan yang dialami sesama, Ismaya Savitri dan teman-temannya menggagas pemberian nasi bungkus secara gratis sejak Mei 2020.

Namun, sebuah peristiwa menyentak hatinya. Niat baik yang ditunjukkan lewat nasi bungkus itu tak diapresiasi dengan pantas oleh penerimanya. Ia melihat salah satu penerima nasi bungkus membuang makanannya begitu saja dengan alasan tidak menyukainya.

Setelah insiden itu, ia memutar otak agar bisa mendidik orang lebih menghargai makanan, termasuk proses pembuatannya yang memerlukan waktu tak sebentar. Dari situlah muncul ide untuk menjual nasi bungkus itu seharga Rp2 ribu.

"Kami ingin mengajarkan kepada orang-orang agar menghargai makanan, dengan dua ribu rupiah mereka bisa mendapatkan makanan dan lauk yang bergizi," kata Ismaya selaku penggagas gerakan Nasi Bungkus Dua Rupiah kepada Liputan6.com, Kamis, 15 April 2021.

"Sebenarnya dua ribu rupiah ini hanya nama. Kami bermaksud menjual nasi bungkus ini kepada orang yang membutuhkan seharga dua ribu, namun jika orang tersebut benar-benar tidak punya uang maka kami tidak keberatakan untuk memberikannya secara gratis," tambah Ismaya.

Pada awal gerakan ini dibentuk, mereka menyiapkan 50 bungkus nasi untuk dijual setiap hari. Kini, mereka mampu memasak untuk sekitar 350 bungkus nasi.

Seporsi nasi bungkus biasanya terdiri dari nasi putih, sayura, dan lauk. Khusus untuk Ramadan, ia menambahkan takjil. Menunya menyesuaikan dengan ketersediaan bahan baik yang dijual di pasar maupun yang diterima dari donatur.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Memberdayakan Korban PHK

Situasi dapur saat membuat nasi bungkus. (dok. Ismaya Savitri)

Dalam proses pembuatan nasi bungkus ini, Ismaya dibantu tiga orang. Mereka sebelumnya adalah karyawan di salah satu perusahaan konveksi, tetapi di-PHK karena terimbas pandemi.

"Saya ingin membantu semuanya dari hulu ke hilir, dengan efek yang ditimbulkan harus bersifat domino atau berantai," kata Ismaya.

Setiap hari Senin sampai Jumat, mereka mulai memasak makanan pada pukul 05.00 WIB. Makanan biasanya harus selesai dimasak pada pukul 11.00 WIB. Lokasi untuk memasak makanan ini berada di teras rumahnya di kawasan Jalan Natuna, Bandung. 

Ismaya mengungkapkan pada awal Ramadan, produksi nasi bungkus agak direm mengingat kondisi jalanan yang sepi. Meski begitu, nasi bungkus dua ribu tetap berjualan. Ia juga menyebut seluruh tahapan memerhatikan aspek kebersihan, termasuk juga penerapan protokol kesehatan saat membeli bahan makanan maupun mendistribusikannya.

Ia mengaku gerakan tersebut bisa terlaksana berkat bantuan dari berbagai pihak. Sampai saat ini, Gerakan Nasi Bungkus Dua Ribu tidak hanya menerima bantuan uang, tetapi juga tenaga dan bahan-bahan yang diperlukan. Salah satunya bekerja sama dengan Gojek untuk mendistribusikan nasi bungkus di beberapa titik di Kota Bandung.

Para pengemudi Gojek dapat langsung membeli nasi bungkus dengan memindai barcode. Uang hasil pembayaran akan langsung masuk ke rekening Nasi Bungkus Dua Ribu. Sedangkan, untuk para pedagang kaki lima, asongan, penjaga rel kereta api dan orang-orang yang membutuhkan akan diberikan secara gratis.

"Uang hasil dari penjualan nasi bungkus ini akan diberikan kepada rekan-rekan yang membantu memasak, sedangkan sisanya akan digunakan untuk membeli bahan makanan yang akan dimasak keesokan harinya," ucapnya. (Dinda Rizky Amalia Siregar)


Diplomasi Indonesia via Jalur Kuliner

Diplomasi Lewat Jalur Kuliner (Liputan6.com/Abdillah)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya