Pasukan AS Bakal Ditarik, Bagaimana Nasib Afghanistan di Tangan Taliban?

Nasib Afghanistan di tangan Taliban usai penarikan pasukan AS masih belum jelas.

Oleh DW.com diperbarui 16 Apr 2021, 17:00 WIB
Presiden Amerika Serikat Donald Trump berbicara kepada anggota militer saat mengunjungi Pangkalan Udara Bagram, Afghanistan, Kamis (28/11/2019). Kunjungan dadakan Trump pada hari Thanksgiving tersebut mengejutkan pasukan AS yang bertugas di Afghanistan. (AP Photo/Alex Brandon)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden AS Joe Biden memutuskan untuk menarik pasukannya dari Afghanistan mulai 1 Mei 2021 dan diperkirakan akan selesai sebelum 11 September mendatang. 

Melansir DW Indonesia, Jumat (16/4/2021), rencana penarikan mundur militer AS tidak digantungkan pada situasi di lapangan – kendati kekhawatiran yang meruak perihal kembalinya Taliban.

"Presiden Biden menyimpulkan, pendekatan berbasis kondisi yang digunakan selama dua dekade ini, adalah resep untuk bertahan selamanya di Afghanistan,” kata seorang pejabat tinggi pemerintah di Washington yang minta namanya dirahasiakan, Selasa (13/4). 

Jerman akan mengikuti langkah AS dan memulangkan pasukannya dari Afghanistan, kata Menteri Pertahanan Annegret Kramp-Karrenbauer dalam sebuah wawancara, Rabu (14/5).

"Kami selalu mengatakan bahwa kita masuk dan keluar sama-sama,” katanya kepada stasiun televisi ARD.

"Saya mendukung penarikan mundur yang tertib.” 

Bekas Presiden AS, Donald Trump, sedianya menegaskan tanggal 1 Mei sebagai tenggat penarikan mundur militer. Tapi Biden menunda selama lima bulan.

Keputusan total Biden mengejutkan banyak pengamat, yang berharap pemerintahan baru AS akan meralat kebijakan Trump di Afghanistan yang diyakini ikut membesarkan Taliban.

Simak Video Pilihan di Bawah Ini:


Kemenangan bagi Taliban?

Pasukan Taliban (AP)

Intensitas serangan berdarah di Afghanistan menguat sejak ratifikasi perjanjian damai antara AS dan Taliban di Doha, Qatar, Februari 2020. Taliban menepis tuduhan terlibat dalam serangan-serangan tersebut. Tapi keengganan mereka menyepakati gencatan senjata secara nasional mencuatkan keraguan.

Para talib yang saat ini kian berkuasa juga menolak menghadiri konferensi damai di Turki, sampai semua militer asing angkat kaki dari Afghanistan. 

"Hasil konferensi Afghanistan di Turki nanti akan ditentukan oleh bagaimana penarikan mundur pasukan AS akan berdampak pada masa depan negara ini,” kata Mohammad Shafiq Hamdam, seorang pengamat keamanan di Kabul.

Menurutnya, jika Konferensi Istanbul berhasil menyepakati sebuah pemerintahan persatuan nasional, maka dampak buruk penarikan mundur militer AS akan lebih mudah ditanggulangi.

"Tapi jika konferensi gagal, dan Taliban ngotot menolak damai, saya khawatir Afghanistan akan mengalami perang saudara besar-besaran.”

Keputusan mundur AS juga akan menempatkan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani di bawah ampunan Taliban. Belum lama ini dinas rahasia AS merilis laporan yang menyimpulkan militer Afghanistan akan "kewalahan” melawan Taliban yang kian "percaya diri.”

Laporan itu mencatat betapa Taliban "sepenuhnya yakin akan mampu membukukan kemenangan militer.”

"Pasukan Afghanistan masih menguasai kota-kota besar dan benteng pemerintah lain, tapi mereka semakin terdesak dan kesulitan mempertahankan wilayah yang direbut, atau mendirikan pos pertahanan di wilayah yang ditinggalkan pada 2020,” demikian laporan CIA.

Analis keamanan, Hamdam, mengatakan pasukan pemerintah Afghanistan "bergantung secara finansial dan militer kepada AS, dan tanpa dukungan ini, mereka akan berada dalam posisi sulit.”

Taliban bukan satu-satunya ancaman keamanan bagi pasukan Afghan. Kelompok militan lain, seperti Islamic State (ISIS), juga mulai melebarkan sayap.

"Taliban saat ini jauh lebih kuat ketimbang sebelumnya,” kata Raihana Azad, anggota parlemen Afghanistan. 

"ISIS dan kelompok teroris lain juga sudah memperluas pengaruhnya di Afghanistan. Sebab itu konsekuensi dari penarikan mundur dari Afghanistan yang tergesa-gesa dan tidak bertanggungjawab, bisa sangat berbahaya tidak hanya bagi Afghanistan, tapi juga buat kawasan dan dunia,” imbuhnya kepada DW.


Ancam Hak Perempuan

Kelompok militan Taliban di Afghanistan. (AFP)

Saat ini kekhawatiran terbesar menyangkut pencapaian selama dua dekade, terutama dalam hak perempuan, yang terancam hilang ketika Taliban melancarkan gelombang baru pertumpahan darah.

Tidak jelas bagaimana Taliban ingin menjamin perlindungan HAM dan kebebasan berpendapat di Afghanistan

"AS membuat terlampau banyak konsesi kepada Taliban. Warga Afghanistan akan harus membayar ongkosnya. Mereka merasa ditinggalkan oleh komunitas internasional,” tutur Azad, anggota dewan.

Meski begitu, sebagian pakar meyakini penarikan mundur militer AS turut menempatkan Taliban dalam posisi sulit.

"Dengan mengumumkan penarikan mundur tanpa syarat, AS menerima tuntutan utama Taliban. Sekarang dunia internasional menunggu Taliban bergabung dalam proses politik. Tidak ada lagi alasan mengobarkan perang,” kata Asadullah Nadim, pakar militer di Kabul kepada DW.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya