Liputan6.com, Jakarta PT Waskita Karya (Persero) Tbk menyambut optimis 2021 dengan melakukan berbagai transformasi bisnis. Hal ini selaras dengan upaya Pemerintah dalam memulihkan ekonomi dari krisis akibat pandemi Covid-19 yang terus membaik.
Pengamat BUMN sekaligus Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (LM FEB UI) Toto Pranoto menyoroti salah satu transformasi bisnis yang dilakukan Waskita Karya, yaitu divestasi jalan tol. Menurutnya, jika divestasi ini sukses, diyakini dapat memberi angin segar bagi kondisi keuangan perseroan.
Advertisement
"Model bisnisnya Waskita adalah model bisnis yang jalannya invest, divest. Jadi artinya dia investasi dulu misal di pengadaan jalan tol. Jika jalan tolnya sudah selesai mestinya bisa langsung divestasi. Karena itu akan mengembalikan modal mereka yang bisa dipakai untuk lakukan pekerjaan-pekerjaan di proyek berikutnya," kata Toto kepada Liputan6.com, Jumat (15/4/2021).
Seperti diketahui, Waskita Karya tengah berproses melakukan transformasi bisnis mulai dari pemasaran, operasi dan keuangan. Dalam rangka restrukturisasi keuangan, Waskita Karya telah mengantongi restu dari pemegang saham untuk memperoleh pendanaan dengan jaminan pemerintah. Maka dari itu, Perseroan telah melakukan negosiasi kepada para kreditur perbankan dengan skema relaksasi jatuh tempo utang, penyesuaian tingkat bunga dan penerbitan fasilitas jangka panjang baru.
Selain itu, Perseroan akan melakukan divestasi kepemilikan saham di 9 ruas tol di Pulau Jawa dan Sumatera melalui tender terbuka, pembiayaan strategis, share swap dan melalui skema RDPT.
Toto pun menilai wajar jika kinerja Waskita dan sejumlah BUMN karya lainnya tertekan di sepanjang tahun 2020. Sebab, hal itu lebih disebabkan oleh pandemi Covid-19 yang mengganggu kegiatan perekonomian di Tanah Air.
"Kalau kita lihat problem Waskita kemarin di laporan keuangan 2020, salah satunya karena mereka tidak bisa bekerja optimal. PSBB kan membuat mobilisasi orang dan barang jadi terganggu. Sehingga BUMN Karya boleh dibilang dengan adanya PSBB itu mengurangi aktivitas sampai batas cukup dalam," ujarnya.
Akibatnya, sambung Toto, jumlah pendapatan BUMN Karya turun sampai rata-rata di atas 50-60 persen, hingga berpengaruh terhadap merosotnya laba perusahaan bahkan sampai merugi. Jika ditanya mengapa Waskita merugi, hal itu lantaran Perseroan harus menanggung beban biaya bunga.
Pasalnya, untuk membiayai seluruh proyek yang dimiliki, Perusahaan konstruksi sejatinya bergantung pada sumber pendanaan, baik dalam bentuk obligasi maupun juga pinjaman dari kredit perbankan. Namun di sisi lain, kondisi pandemi menyebabkan sejumlah proyek infrastruktur terhenti, sementara di waktu yang sama bunga bank terus berjalan.
Hal itu diperburuk lagi dengan tertundanya rencana divestasi sejumlah ruas jalan tol yang dimiliki Perseroan. "Jadi kalau divestasinya terhambat, otomatis cashflow tertekan, karena mereka juga sumber operasi pengerjaan proyek dari sumber pinjaman," jelasnya.
"Tapi di bulan Februari lalu kan kita sudah dengar kabar bahwa ada satu investor dari Hong Kong, beli ruas tol Medan-Kualanamu milik Waskita Karya. Ini menunjukan bahwa sudah ada kepercayaan investor pada saat pandemi sudah agak mulai lega di Indonesia. Bahwa pada prospek jalan tol mereka (investor) sudah akan mau beli," tambah Toto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Belanja Pemerintah
Maka dari itu, Toto memprediksi apabila di 2021 situasi bisa lebih kondusif, vaksinasi bisa jalan lebih cepat, kemudian herd immunity bisa terbentuk, otomatis mobilitas manusia dan barang juga akan jalan lebih cepat. Asumsinya, maka industri Karya juga akan turut terdorong bertumbuh.
"Jadi saya pikir yang paling bagus adalah supaya proyek-proyek pemerintah yang sudah terhenti di 2020 mestinya sudah harus jalan lagi untuk kemudian dikerjakan BUMN-BUMN karya, termasuk Waskita. Sehingga sumber income akan terbentuk," terangnya.
"Di samping itu juga yang kita harapkan supaya nanti SWF sudah bisa jalan tahun ini. Itu juga bisa jadi alternatif bagaimana divestasi atas proyek Waskita Karya bisa berjalan," imbuh dia.
Hal senada juga sebelumnya disampaikan Ekonom Senior Institute for development of Economic and Finance (INDEF), Aviliani.
"Memang kalau dilihat di 2021 anggaran pemerintah untuk infrastruktur sama beberapa proyek strategis cukup besar, hampir Rp 400 triliun lebih. Tapi problemnya implementasinya harus bisa lebih cepat. Jadi ibaratnya sudah banyak uang, tapi belanjanya lambat. Jadi memang motor penggerak utama tahun ini harusnya dari belanja pemerintah," ungkap Aviliani.
Seiring berjalannya triwulan I 2021, Aviliani melihat belanja APBN oleh pemerintah belum maksimal. Untuk itulah, mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia di awal tahun ini diperkirakannya masih minus.
Menurutnya, belanja pemerintah akan lebih tinggi memasuki triwulan II dan III tahun ini. Sehingga menjadi penggerak utama bagi ekonomi Indonesia untuk segera keluar dari resesi. Seperti diketahui, berjalannya proyek infrastruktur akan memberikan multiflier effect ke sektor yang menjadi turunannya termasuk transportasi, beton, aspal, dan lainnya.
Selain itu, sentimen lain yang menentukan percepatan pemulihan ekonomi, adalah lahirnya Sovereign Wealth Fund (SWF)/ Lembaga Pengelola Investasi (LPI). Menurut Aviliani, meski belum beroperasi penuh tahun ini, setidaknya lahirnya SWF ini bisa menambah kepercayaan investor terhadap Indonesia.
Advertisement